Breaking News

EKONOMI Kearifan Lokal Soemitro, Senjata Ekonomi RI Lolos dari Dua Krisis Dunia 20 Aug 2025 19:01

Article image
“Local wisdom ala Soemitro terbukti ampuh meredam krisis. Indonesia bisa melewati krisis global 2008 maupun pandemi Covid-19 dengan relatif cepat karena bertumpu pada domestic demand,” ujar Purbaya

MEDAN, IndonesiaSatu.co – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan Indonesia terbukti mampu bertahan dari berbagai guncangan ekonomi global berkat jurus kearifan lokal atau local wisdom yang telah diperkenalkan oleh ekonom nasional Prof. Soemitro Djojohadikusumo sejak 1943.

Dalam ajarannya yang kemudian dikenal sebagai Soemitronomics, Soemitro menekankan trilogi pembangunan dengan tiga pilar utama: pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan hasil pembangunan, serta stabilitas nasional yang dinamis. Salah satu poin pentingnya adalah stabilitas perbankan, yang ia rumuskan setelah mempelajari dampak The Great Depression di Amerika Serikat terhadap ekonomi Indonesia.

Local wisdom ala Soemitro terbukti ampuh meredam krisis. Indonesia bisa melewati krisis global 2008 maupun pandemi Covid-19 dengan relatif cepat karena bertumpu pada domestic demand,” ujar Purbaya dalam LPS Financial Festival 2025 di Medan, Rabu (20/8).

Ia mencontohkan, saat krisis keuangan global 2008 akibat subprime mortgage di Amerika Serikat, pemerintah mengambil langkah cepat dengan memastikan ketersediaan likuiditas. Uang beredar yang tumbuh menjaga aktivitas ekonomi tetap berjalan, sehingga ekonomi nasional mampu kembali tumbuh positif 4,9% pada 2009.

Situasi serupa terjadi pada pandemi Covid-19. Meskipun aktivitas ekonomi sempat terhenti, pemerintah cepat menyesuaikan kebijakan dengan pelonggaran fiskal dan moneter terbatas. Respon cepat tersebut membuat Indonesia keluar dari resesi dan segera kembali tumbuh. “Pada 2020 juga kita pakai ilmu yang sejenis, karena sudah pintar yaitu menjaga domestic demand,” kata Purbaya.

Namun, kondisi berbalik saat krisis moneter 1997–1998. Kala itu, menurut Purbaya, kebijakan ekonomi tidak konsisten. Suku bunga melonjak hingga 60% sementara pertumbuhan uang beredar menembus lebih dari 100%. “Dengan bunga tinggi, pelaku usaha tidak berani meminjam, sementara uang beredar yang melimpah justru dipakai menyerang rupiah. Kebijakan yang membingungkan memberi bahan bakar menyerang rupiah kita,” jelasnya.

Purbaya menekankan, dari tiga krisis besar yang dihadapi Indonesia, dua di antaranya berhasil dilewati dengan baik karena menggunakan pendekatan local wisdom. Sementara krisis 1998 meninggalkan luka dalam karena lebih banyak menggunakan resep luar. “Jadi kita sudah punya modal yang besar, tinggal di-manage dengan baik. Fokus pada diri sendiri dengan memanfaatkan domestic demand,” ujarnya.

Optimisme itu juga ia kaitkan dengan target pertumbuhan ekonomi 2026 yang dipatok pemerintah di level 5,4%. Menurut Purbaya, target tersebut realistis, terutama jika potensi daerah dioptimalkan. “Ekonomi dari pasar, sawah, dan UMKM merupakan penopang ekonomi nasional,” tegasnya.

Secara khusus, ia menilai Sumatera Utara memiliki peran strategis karena didukung sektor perkebunan dan pariwisata. Kedua sektor ini padat karya sehingga mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. “Ekonomi Sumut relatif lebih kuat dalam menopang perekonomian nasional,” tambah Purbaya.

Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa penyelenggaraan LPS Financial Festival di Medan pada 20–21 Agustus 2025 bertujuan meningkatkan literasi keuangan masyarakat. Festival ini dikemas dengan memadukan edukasi dan hiburan agar lebih mudah dipahami. “Kami ingin literasi keuangan dipelajari dengan cara ringan, menyenangkan, dan dekat dengan keseharian masyarakat. Selain itu, festival ini juga menjadi cara kami memperluas jangkauan komunikasi LPS, agar masyarakat semakin mengenal peran LPS dalam menjaga simpanan dan stabilitas sistem keuangan,” katanya di hadapan ribuan pelajar dan mahasiswa. ***

--- Sandy Javia

Komentar