Breaking News

EKONOMI Reshuffle Kabinet: Mampukah Menteri Keuangan Memperbaiki Ekonomi Indonesia? 11 Sep 2025 17:40

Article image
Diskusi panel Universitas Paramadina yang bertajuk ”Reshuffle Menyembuhkan Ekonomi?’’, pada Rabu (10/09/2025). (Foto: Ist)
Ada begitu banyak tantangan di bidang ekonomi tapi, tantangan utamanya adalah pada persoalan fiskal.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co - Presiden Prabowo Subianto baru saja melakukan pergantian (reshuffle) Kabinet Merah Putih. Ada lima menteri yang dicopot termasuk, Sri Mulyani Indrawati. Sri Mulyani digantikan oleh Purbawa Yudhi Sadewa.

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, mengatakan reshuffle kabinet tersebut kelihatannya tidak terkait dengan dampak ekonomi. Menteri Keuangan hanyalah satu pemain dari 11 pemain - seperti dalam pertandingan sepakbola.

”Dia hanya pemungut pajak dan kontrol terhadap pengeluaran fiskal. Juga seperti ’pemanen buah’ di perkebunan. Jika tidak ada buah yang ditanam dan terawat, maka tidak ada buah bagus yang dihasilkan,” ujarnya dalam diskusi panel Universitas Paramadina yang bertajuk ”Reshuffle Menyembuhkan Ekonomi?’’, pada Rabu (10/09/2025).

Diskusi menghadirkan Rektor Unversitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini yang memberi Kata Pengantar, dengan narasumber Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, MPP, Direktur Program INDEF, ?Eisha Maghfiruha Rachbini, dan Pemimpin Redaksi InfoBank, ?Eko B. Supriyanto.

Wijayanto mengatakan, di Indonesia saat ini sedang terjadi deindustrialisasi dini dan dramatis. Pada tahun 2010, manufaktur masih mencapai 22 % dari GDP, namun saat ini hanya 18,6% GDP. Itupun memasukkan CPO yang raw agricultural product dan bukan manufacturer.

Dia mengatakan, ada begitu banyak tantangan di bidang ekonomi tapi, tantangan utamanya adalah  pada persoalan fiskal.

”Fiskal adalah isu yang paling urgen dilihat dari trend penerimaan pajak, tax ratio yang terus menurun tinggal di bawah 10% atau hanya 9,6%,” ujarnya.

Selain fiskal, katanya, trend pengeluaran juga justru meningkat karena ada begitu banyak program-program mahal. Juga, pengeluaran APBN untuk membayar bunga meningkat drastis akan capai 19-29% dari spending untuk membayar bunga hutang saja, padahal batas aman hanya 10%.

Debt service ratio sudah 42% dari pendapatan negara. Itu disebut sehat jika angkanya hanya 25%. ”Itu menunjukkan ekonomi kita sedang tidak sehat,” urainya.

Juga debt to GDP ratio angkanya mencapai 40% karena yang dianggap sebagai debt hanya surat utang yang diterbitkan pemerintah dan loan. Padahal jika dimasukkan liability atau subsidi utang yang belum dibayarkan, atau utang transfer daerah yang belum dibayarkan, angkanya naik menjadi sekira 45%. Adapun perihal liabilities negara untuk dana pensiun ASN, angkanya melejit menjadi 63%.

Karena itu, katanya, jika ingin mengubah organisasi, terkadang harus memasukkan orang baru yang tidak punya kaitan dengan apa yang terjadi di masa lalu. Dia mencontohkan, transformasi BUMN Kereta Api (KAI) bisa sukses ketika Ignatius Jonan menjadi Menteri Perhubungan. Pasalnya, Jonan tidak punya kaitan dengan masa lalu.

Namun, dia mengatakan bahwa pergantian Sri Mulyani sebetulnya terlalu dini. ”Seharusnya pasca 2026 saja. Karena tahun ini dan 2026 adalah masa-masa critical domestic terkait fiskal. Masalahnya saat ini harus refinancing hutang dan terbitkan hutang baru minimal 1400 T/tahun. Dalam konteks itu nama yang sudah dikenal oleh pasar akan sangat membantu,” ujarnya.

 

Evaluasi Kebijakan Fiskal

Eisha Maghfiruha Rachbini mengatakan, Indonesia telah melawati 3 krisis yang berdampak pada perekonomian bangsa, sejak tahun 1997. Setelah tahun 2007/2008, kita cukup ajail dan sudah belajar dari krisis sebelumnya dengan pertumbuhan 5,4% per tahun. Sementara itu, pandemi covid-19 merupakan tantangan terbesar.

Saat ini, katanya, Indonesia belum pulih dari efek pandemi, meskipun pertumbuhannya terjadi di atas 5%. Hal itu misalnya terlihat dari upah rill yang tumbuh stagnan, penerimaan yang diterima oleh masyarakat atau pekerja tidak naik. ”Karena itu, menjadi pertanyaan mengapa hal itu terjadi? Pasalnya, industrialisasi sektor manufaktur merupakan penopang pertumbuhan di negara maju lain,” ujarnya.

Sektor manufaktur kita juga mengalami penurunan dan beralih struktur ke sektor jasa. Namun banyak dari sektor jasa tersebut berkerja di sektor informal.

Hal ini, katanya, didukung dengan data ketenagakerjaan yakni angka pengangguran menurun bahkan dari 25 tahun terakhir, bahkan pada angka yang paling rendah. ”Tetapi mengapa angka-angka ini tidak mencerminkan fakta yang sebenarnya,” tanya Eisha.

Dia mengatakan, share pekerja informal pada Februari 2025 sebanyak 59,4% atau 86,58 juta orang, atau meningkat dari Februari 2020 yaitu 56,6%. Sementara itu, kelas menengah menurun sebanyak 10 juta. Trend ini tentu mempengaruhi daya beli masyarakat.

Sementara itu, alokasi RABPN 2026 untuk program prioritas membutuhkan anggaran yang sangat besar dan ini berimplikasi pada ruang fiskal.

”Pemerintah menginginkan adanya peningkatan penerimaan pajak. Namun hal ini tentunya tidak memungkinkan dan menjadi target yang tidak mudah karena terjadi penurunan penerimaan negara dan pajak,” ujarnya.

Dia mengatakan, trend penurunan tersebut menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Menteri Keuangan yang baru.

Reshuffle kabinet, katanya, merupakan respons pemerintah atau Presiden Prabowo dalam jangka pendek. ”Ke depan, yang perlu dilihat Menteri Keuangan baru, diharapkan pengelolaan anggarannya harus dilihat dan dievaluasi lagi kebijakan fiskal sehingga dapat memberikan stimulus dan melihat visibilitas dari program prioritas,” ujarnya.

”Daripada mengejar kuantitas, sebaiknya mengejar kualitas. Sehingga risiko untuk mengeluarkan anggaran belanja-belanja pemerintah perlu melihat rasio pajak dan juga mengurangi beban utang dengan mendorong prioritas,” katanya.

 

Kebanyakan Kriminal Keuangan Termasuk Koruptor

Pertanyaan penting dan mendasar adalah apakah reshuffle bisa memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia?

?Eko B. Supriyanto mengatakan bahwa pergantian kabinet tidak akan bisa memperbaiki ekonomi. ”Jawabnya, tidak. Karena Menteri Keuangan meski berposisi sentral tapi dia tidak bisa melakukan banyak hal meskipun dengan politik fiskal. Sedangkan di sekitarnya adalah rimba birokrasi,” ujarnya.

Dia mengatakan, problem bangsa ini bukan terletak kekurangan uang, tapi kebanyakan kriminal keuangan termasuk koruptor. Dan ini merupakan problem serius.

Eko mengatakan, pasti akan muncul kontroversi dari pergantian Menteri Keuangan. Pasalnya, ilmu ekonomi bukan hanya soal matematika, tapi soal moral atau etika. Karena itu, dampak terhadap kebijakan yang diambil harus jadi fokus utama.

Karena itu, menurutnya, Menteri Keuangan yang baru, meski tidak sepopuler Sri Mulyani, namun harus tetap diberi kesempatan untuk bekerja dengan baik.

Masalah utama lainnya, katanya, adalah pembenahan terhadap isu ketidakadilan ekonomi yang memicu banyak protes dari masyarakat. ”Hadirnya Menteri Keuangan baru harus bisa mengoreksi candu terhadap utang. Caranya dengan modern monetary theory. Yang dilakukan BI dengan burden sharing, seharusnya akan mengguyur likuiditas dan mendorong ekonomi. Jangan sampai candu utang akan terus menggelayuti kebijakan ekonomi,” ujarnya.

 

Usulan untuk Menteri Keuangan Baru

Setelah dilantik, Menteri Purbaya langsung menuai kritik tajam dari masyarakat. Pasalnya, dia dinilai terlalu percaya diri disamping menggampangkan persoalan.

Karena itu, Menteri Purbaya diminta berhati hati mengeluarkan pernyataan. ”Orasi Menteri Keuangan dicatat oleh investor. Karena apa yang terucap adalah separuh kebijakan yang tinggal diketik dan disign. Joke tidak pada tempatnya akan merugikan. Jangan overpromise, over confidence, over simplistic. Manfaatkan 3 wakil Menteri dengan baik,” ujar Wijayanto.

Selanjutnya, Menteri Purbaya juga diminta untuk berani melakukan disiplin fiskal. ”Lakukan refocusing anggaran untuk APBN 2026. Lakukan jika mungkin, APBN-P 2026. Karena nampaknya saat ini banyak alokasi yang tidak tepat. Asumsi penerimaan terlalu agresif, dan asumi pengeluaran agak kurang proper terutama pemangkasan transfer ke daerah. Karena belum dipangkas saja daerah-daerah sudah menaikkan Pajak PBB sesuka hati. Belum lagi pajak-pajak  daerah lainnya yang bisa jadi dinaikkan,” usulnya.

Berikutnya, Menteri Purbaya diminta memperbaiki manajemen hutang. Kementerian Keuangan juga harus mendorong underground economy (UE). UE saat ini sudah mencapai 23,6% dari GDP. Jadi hampir seperempat GDP kita adalah UE.

”Seperti barang masuk via illegal, barang tidak kena pajak illegal, narkoba dll. Kalau UE bisa dikonversi dengan legal economy maka bisa dibayangkan peningkatan rasio pajak 10% saja sudah sangat membantu. UE juga merusak industri domestik karena produsen-produsen legal akan mati,” ujar Wijayanto

Sementara itu, dalam Pengantarnya, Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini mengatakan, ciri intelektual tidak membisu atau diam jika terjadi permasalahan - seperti halnya Universitas Paramadina, sebagai semi check and balances.

Menurutnya, pengelolaan yang paling berantakan di negara ini adalah APBN, dan yang terpenting adalah Kementerian Keuangan.

”Menteri Keuangan yang baru, Purbaya Yudhi Sadewa, memang ceplas ceplos. Namun, yang dibutuhkan tidak menguasai data saja dan mengatakan bisa menyelesaikan masalah, tetapi dia harus punya empati dan rasa. Yang menumbuhkan 7% bukan Kementerian Keuangan, tetapi faktor pendorong lainnya. APBN-nya jika dibolak-balik kalau industrinya mampet tidak akan bisa memperbaiki tingkat perekonomian,” pungkasnya. *

 

 

--- F. Hardiman

Komentar