Breaking News

OPINI Membongkar Topeng Steph Tupeng Witin 19 Dec 2025 13:50

Article image
Redem Kono (Foto: Binus)
Menurut filsuf Immanuel Kant, seseorang harus berani mengungkapkan otonomi dan independensi berpikirnya. Dalam konteks seorang penulis, ataupun wartawan -- seperti Steph -- harus menunjukkan kejernihan menulis, otonomi berpikir, dan independensi.

Oleh Redem Kono*

Beberapa hari ini, saya mengikuti dan mencermati secara rutin tulisan-tulisan Steph Tupeng Witin (Steph) dan berbagai tanggapan kritis kepadanya di media online mengenai polemik Waduk Lambo di Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Dalam tulisan tersebut, Steph melancarkan tuduhan, fitnah, dan asumsi tanpa fakta kepada beberapa orang. Secara cepat ia menuduh beberapa orang terlibat dalam “Mafia Waduk Lambo.”

Setelah saya mencermati tulisan-tulisan Steph dan berbagai tanggapannya saya menyimpulkan: Kepada siapapun yang diserang Steph, tidak perlu merasa malu, marah atau tersinggung. Karena justru yang terjadi adalah Steph sedang mempermalukan dirinya sendiri.

Tidak Ada Mafia, (Karena) Ada Diskursus Publik

Dalam tulisan-tulisan awalnya, Steph memaparkan jalan panjang pengetahuan “apa itu mafia?” Ia mengutip Mafia Sisilia-Italia, Mafia Rusia, Mafia Meksiko, Mafia Kamboja, dan lain-lain. Pemaparan ini untuk memperkuat kesimpulan awal yang sudah dirancangnya sendiri, agar masyarakat percaya bahwa ada mafia Nagekeo. “Mafia-mafia didukung oleh polisi, orang kuat, atau politisi”. Kalau begitu, di Nagekeo ada mafia, karena ada dugaan (ingat Steph mengatakan “dugaan”) ada dukungan polisi, orang kuat, dan lain-lain.

Dalam ilmu Logika, yang seharusnya dipelajari oleh Steph sebagai jebolan mahasiswa filsafat, ada kesalahan logika yang disebut pengumpulan ceri (dalam bahasa Inggris disebut cherry-picking) atau bukti anekdotal. Steph hanya memilih-milih bukti atau "serpihan fakta" yang mendukung argumennya, sambil mengabaikan atau menolak bukti/argumentasi yang bertentangan atau tidak mendukung kesimpulan tersebut. Ini sesat pikir yang didasari oleh "confirmation bias", yakni kecenderungan psikologis untuk untuk memilih fakta-fakta yang menguntungkan, agar memvalidasi atau memperkuat argumentasinya.

Steph sengaja menggiring pembaca pada kesimpulan yang dirancangnya. Ada Komjen Pol (Purn)  Gories Mere (GM), ada polisi lokal, ada pengacara, dan juga paling akhir ikut disebut ada Valens Daki-Soo. Ia hanya mencari salah satu kaitan/relasi di antara mereka, untuk menggiring pembaca pada kesimpulan bahwa “ada relasi/jaringan mafia di Waduk Lambo.”

Misalnya, GM dianggap "beking" mafia waduk Lambo hanya karena pernah meminta bantuan seorang polisi lokal untuk urusan awal di waduk Lambo. Valens Daki-Soo (VDS) yang adalah staf GM, karena membela dan mengklarifikasi fitnah terhadap GM maka ia adalah bagian dari mafia. Ini adalah penalaran yang sesat karena sengaja membangun kesimpulan dari premis-premis yang tidak bisa dibuktikan secara empiris. Tidak ada surat instruksi, aksi kriminal atas instruksi GM, dan lain-lain.

Namun, di sini Steph tidak jujur dan sengaja menghilangkan beberapa ciri/petunjuk khas dari mafia, misalnya tidak ada transparansi dan diskursus publik, organisasi rahasia, dan praktik kejahatan yang luar biasa.

Dalam buku-buku jurnalisme investigatif yang mengulas tentang sepak terjang mafia, seperti Five Families: The Rise, Decline, and Resurgence of America's Most Powerful Mafia Empires (2016), The Valachi Papers (1968), dan Mafia Spies: The Inside Story of the CIA, Gangsters, JFK, and Castro (2024), saya temukan bahwa mafia tidak pernah terlibat dalam diskursus publik, mempunyai organisasi hierarkis yang ketat, menjaga kerahasiaan, melakukan praktik kejahatan luar biasa, kriminalisasi dilakukan secara massif-kolektif, dan tidak peduli terhadap penyerangan pribadi, atau serangan "ad hominem".  Jadi tidak hanya ciri mafia yang diungkap Steph – masih ada ciri yang lain.

Namun, sebagaimana kita tahu, dalam proses Waduk Lambo di Nagekeo, seluruh tahapan mengikuti proses yang deliberatif dan dapat diakses publik. GM saat itu sebagai Staf Khusus Presiden, berdarah Nagekeo dan cinta kampung halamannya, tergerak untuk mempercepat dimulainya pembangunan Waduk Lambo.

Sejak 2017, GM turun ke lokasi sekitar 30 kali untuk memfasilitasi sosialisasi publik bersama berbagai pihak. Bahkan, GM mengajak sejumlah tokoh penolak pembangunan waduk untuk meninjau langsung Bendungan Jatiluhur dan Jatigede di Jawa Barat, serta bertemu Menteri PUPR Basuki Hadimuljono guna memperoleh penjelasan langsung terkait manfaat bendungan. Jadi ada dialog, studi kelayakan publik, dan pengambilan keputusan yang melibatkan partisipasi demokratis masyarakat.

Pertanyaan saya, apakah cara kerja mafia seperti ini; ada diskursus/dialog di ruang publik? Ada transparansi? Ada studi ilmiah? Ada fasilitasi demokratis kepada masyarakat? Dan masyarakat terdampak diberikan peluang untuk mengetahui dan menyampaikan pro maupun kontra? Kita tahu bahwa dalam proses tersebut GM terlibat aktif dalam partisipasi publik demokratis masyarakat.

Dalam bukunya Between Facts and Norms (1992), filsuf Juergen Habermas menyebut fenomen ini sebagai model demokrasi deliberatif. Artinya, keputusan publik didasarkan pada diskusi rasional dalam ruang publik (public sphere). Rakyat, terutama mereka yang akan terdampak, mendapat kesempatan yang setara untuk akses pengetahuan, berdialog, serta mengambil kebijakan. Dalam diskusi yang rasional tersebut, ada konsensus yang dapat merangkum nilai-nilai kepublikan dalam dialog tersebut.

Dalam konteks Waduk Lambo, kita membayangkan ada pro kontra. GM, sebagai putra Nagekeo, melihat ada dinamika diskursus publik. Saya bayangkan jika saat itu GM memaksakan otoritasnya, ia tidak perlu berlelah mempertemukan masyarakat dengan Kementerian PUPR, memfasilitasi masyarakat untuk studi banding, dan membangun diskursus publik yang sehat. Namun, hal tersebut justru tidak dipilih GM, ia justru memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. Lalu atas alasan apa GM dituduh mafia? 

Di tengah fakta kompleksitas masyarakat multikultural, suatu persetujuan publik yang disepakati oleh seluruh masyarakat mustahil dapat dicapai. Karena setiap peserta dialog akan membawa kepentingan dirinya. Dalam konteks Waduk Lambo, masyarakat memberikan sikap pro atau kontra atas argumentasi. Hal ini membutuhkan fasilitas demokrasi. Peran GM ada di sini.

Dalam mencapai persetujuan publik, masyarakat harus menanggalkan kepentingan diri dan kelompok, untuk menangkap kemungkinan persetujuan (konsensus) yang bermanfaat bagi banyak orang.

Filsuf John Rawls dalam A Theory of Justice (1971) menyebutnya sebagai penanggalan doktrin komprehensif (kepentingan diri dan kelompok) karena digerakkan oleh nalar publik (nilai-nilai universal) menuju konsensus yang demokratis. GM hadir menjembatani agar kelompok pro dan kontra tidak terjebak dalam kebuntuan, tetapi mencapai konsensus akhir. Lalu apa salah GM? Justru masyarakat harus berterima kasih kepada jerih payah GM karena pengorbanannya memfasilitasi ruang publik.

Dalam pengambilan keputusan terkait Waduk Lambo, tidak ada kriminalisasi massif, kejahatan luar biasa dan terstruktur terhadap masyarakat terdampak. Ini tidak dapat dibuktikan Steph. Ciri khas keputusan publik yang demokratis adalah masih ada peluang debat dan diskursus publik pasca keputusan diambil.

Dalam polemik pasca keputusan Waduk Lambo, GM berani hadir menjawab tudingan dan fitnahan sebagai ekspresi tanggung jawab kepublikannya. Ia hadir dan terlibat dalam diskursus publik. Hal ini tidak mungkin dilakukan seorang mafia, karena mafia identik dengan kerahasiaan.

Apakah Steph Menulis Jurnalisme Investigatif?

Dalam tulisan-tulisan Steph tentang Waduk Lambo, ia mengkategorisasi tulisannya dalam rubrik “opini.” Ini secara tidak langsung mengkonfirmasi bahwa Steph tidak menulis reportase investigatif. Reportase investigatif dan opini sangat berbeda. Perbedaan utamanya adalah laporan investigasi berfokus pada pelaporan fakta yang dapat diverifikasi, sementara tulisan opini berfokus pada penyampaian pandangan, perasaan, atau interpretasi pribadi penulis. Hal ini diperkuat dengan kata “dugaan” ketika Steph ingin memaparkan sesuatu yang “dianggapnya sebagai fakta.”

Persoalannya adalah akhir-akhir ini Steph meyakini bahwa dugaan-dugaannya adalah fakta. Pandangan, persepsi, dan opini pribadi “dipaksakan menjadi fakta.” Ia menuduh GM dari hasil percakapan telepon, bukan dari perjalananya mengunjungi masyarakat terdampak di Waduk Lambo. Ia menilai GM bagian bahkan "beking" dari mafia karena kedekatannya dengan polisi lokal di Nagekeo. Namun, ia tidak memiliki bukti apakah ada pola berulang, instruksi, peran, dan dampak kehadiran GM yang membuatnya layak menyandang “mafia”.

Valens Daki-Soo (VDS), misalnya, dituduh terlibat mafia hanya karena membela atau mengklarifikasi isu termasuk fitnah tentang GM. Padahal seperti dilansir beberapa media lokal, VDS menegaskan hanya berkepentingan membela nama baik GM. Ia menegaskan, jika ada masalah di lapangan termasuk pelanggaran hukum, itu bisa diproses tanpa harus dikaitkan dengan GM.

Steph tidak mampu menunjukkan keterlibatan VDS; peran, agensi, dampak keterlibatan, dan lain-lain. Apakah VDS terlibat aktif atau justru tidak sama sekali. Apakah ada bukti VDS terlibat dalam proyek infrastruktur Waduk Lambo? Steph tidak dapat membuktikannya! Apalagi faktanya VDS bukan sub-kontraktor atau pelaksana pekerjaan apapun di proyek Waduk Lambo.

Karena itu, Steph telah melanggar metodologi jurnalisme investigatif yang melibatkan penelitian mendalam, wawancara ekstensif, analisis dokumen, dan verifikasi fakta berlapis yang cermat selama periode waktu yang lama. Jurnalisme investigatif sepenuhnya berdasarkan bukti nyata, data, dan sumber yang dapat diverifikasi. Setiap klaim didukung oleh bukti yang kuat.

Buku All the President's Men (1974) yang mengisahkan Skandal Watergate ditulis oleh wartawan Washington Post, Bob Woodward dan Carl Bernstein, durasi waktu jurnalisme investigasi memakan waktu 2 (dua) tahun. Atau kasus Panama Papers, kolaborasi global yang dikoordinasikan oleh International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) ini melibatkan peninjauan jutaan dokumen. Investigasi dan analisis data berlangsung selama lebih dari satu tahun sebelum rilis awal pada tahun 2016. Para wartawan terjun langsung ke lapangan, menjemput fakta, memverifikasi fakta, dan menulisnya dengan jernih. Steph seharusnya belajar dari model dan contoh jurnalisme investigatif seperti ini.

Steph tidak menulis berdasarkan data di lapangan (Nagekeo), ia menulis dari Pulau Lembata. Apa yang diklaim “data” diperoleh Steph berdasarkan informan telepon tanpa ada verifikasi berlapis di lapangan. Ia menuduh jumpa pers VDS sebagai ajang caci-maki berdasarkan cerita dua wartawan (yang pro kelompok tertentu) melalui telepon jarak jauh. Apakah ini jurnalisme investigatif? Jawabannya, tidak.

Anyo Subiasy, wartawan yang hadir dalam jumpa pers itu menulis di media politisinusantara.com, para wartawan yang hadir menyatakan puas atas klarifikasi VDS dan penegasannya bahwa GM tidak mendukung siapapun jika melakukan pelanggaran hukum.

Salah satu poin dari jurnalisme investigatif adalah netralitas atau independensi. Wartawan harus berjarak dari kepentingan. Karena itu, bahasa yang digunakan oleh Steph seharusnya bahasa yang netral, dan menghindari menghindari penggunaan "saya" atau "menurut saya". Namun, kalimat yang paling sering dipakai oleh Steph adalah “saya”. Artinya, subjektivitas Steph hendak dipaksakan sebagai fakta.

Jauh-jauh hari filsuf Frederich Nietzche (1844-1900) mengartikan pemaksaan subjektivitas melalui bahasa -sebagaimana dilakukan Steph- sebagai cara individu memaksakan perspektif, nilai, dan interpretasi mereka terhadap dunia. Bahasa adalah alat dan manipulasi untuk mengontrol, mendominasi, dan memuaskan dorongan subjektif dan keinginan untuk berkuasa. Jadi tidak ada kebenaran objektif, tetapi berdasarkan perspektif atau interpretasi pribadi. Berbahasa melalui tulisan adalah ekspresi manipulatif untuk menguasai orang lain dengan narasi subjektifnya. Steph menulis bukan untuk menyampaikan kebenaran, tetapi memuaskan keinginan pribadinya.

Isu netralitas ini dikaitkan dengan informasi kerja sama antara Steph dan orang-orang yang pro petinggi Nagekeo yang lama. Hal ini semakin diperkuat dengan gencarnya grup Sahabat DON di Facebook (grup ini merujuk pada nama Don Bosco Do, mantan Bupati Nagekeo), yang memuat rangkaian tulisan Steph dan menulis sejumlah pembelaan untuk Steph. Begitu pula di grup WA tertentu adik kandung sang mantan bupati secara aktif melakukan pembelaan. Sebagaimana kritikan filsuf Immanuel Kant, Steph tidak berpikir otonom dan independen sehingga otentisitas kebenarannya diragukan.

Dalam esai terkenalnya tahun 1784, "Apa Itu Pencerahan?" (Answering the Question: What is Enlightenment?), Kant mendefinisikan pencerahan sebagai jalan keluar manusia dari kekanak-kanakan. Kant berseru: “Pencerahan adalah pembebasan manusia dari ketidakdewasaan yang diciptakannya sendiri."

Apa yang diserukan Kant, berujung pada salah satu slogan terakhirnya: "Sapere aude!" yang berarti "Beranilah berpikir!" atau "Beranilah menggunakan akal budimu sendiri!"

Menurut Kant, seseorang harus berani mengungkapkan otonomi dan independensi berpikirnya. Dalam konteks seorang penulis, ataupun wartawan -- seperti Steph -- harus menunjukkan kejernihan menulis, otonomi berpikir, integritas, dan independensi. Ia tidak boleh menjadi corong kepentingan siapapun dan terutama hasrat narsistik dirinya sendiri. 

Integritas, Basis Otoritas Intelektual

GM membuat pengakuan yang mengejutkan: Steph yang menuduh GM bagian dari Mafia Waduk Lambo justru rutin meminta jatah bulanan dari GM. Sebagai tanggapan atas pengakuan GM, Steph mengatakan pengakuan GM adalah upaya sengaja GM untuk “menaklukkan” dirinya agar tidak bersikap kritis. Untuk membenarkan, bahkan menyerang GM yang mempublikasikan pemberian dengan berbagai alasan filosofis, seperti etika deontologis Immanuel Kant dan etika kewajiban.

Namun, bagi saya, penyingkapan dari GM harus dilakukan untuk membuka “kotak pandora” Steph. Bahkan, setelah diungkap GM, beberapa orang memberi kesaksian tentang Steph dan perilakunya di belakang layar.

Reputasi GM tidak akan mengalami degradasi hanya karena membongkar sosok Steph di belakang layar. Anehnya, klaim bahwa reputasi GM redup (karena membongkar pemberian kepada Steph) ditulis oleh Steph sendiri. Reputasi GM tidak bisa disimplifikasi redup hanya karena seorang Steph. Lagipula Steph sangat licik ingin membangun persepsi tentang GM, tetapi usahanya telah gagal. 

Sebuah teks tidak dapat dilepaskan dari konteks yang melingkupinya, termasuk konteks pengarang. Karena itu profil penulis/atau pengarang harus diketahui.

Dalam ilmu hermeneutika, filsuf Hans-Georg Gadamer (1900-2002) menyebutnya sebagai "peleburan horizon" (fusion of horizons). Artinya, pemahaman autentik terhadap sebuah teks adalah juga melingkupi latar belakang yang melingkupinya. Teks tidak dilahirkan dari kekosongan tetapi pengalaman dan karakter penulis.

Saya membaca pengakuan GM, juga klarifikasi VDS atas fitnah terhadap GM, sebagai bentuk keberanian untuk menyingkapkan kebenaran. Pengakuan GM didasari oleh desakan hati nurani untuk mengungkapkan “apa yang tersembunyi” dari Steph. Teriakan hati nurani tidak berurusan dengan reputasi. Ini adalah fakta yang harus diungkapkan. Saya justru merasa heran jika orang yang mengungkapkan kebenaran harus mempertimbangkan reputasi. Orang bersibuk dengan reputasi justru harus dicurigai. Orang yang mengejar kebenaran sejati akan memprioritaskan fakta dan kejujuran di atas kekhawatiran pribadi tentang status sosial, kehormatan, atau bagaimana orang lain memandang mereka.

Karena itu, pengakuan GM sangat menarik, ketika Steph tetap meminta jatah kepada GM, serentak di waktu yang sama Steph telah mengkategorisasi GM sebagai bagian dari mafia. Jika Steph memiliki keberpihakan ideologis kepada orang-orang miskin seperti yang diutarakannya, ia akan berhenti meminta jatah. Namun, “Steph dalam dunia teks” ternyata berbeda dengan “Steph di dunia luar teks.” Ada diskrepansi antara “apa yang ditulis” dan “apa yang dilakukan.” Hal ini menimbulkan tanda tanya besar terkait integritas moral dan intensi Stef berjuang untuk warga di sekitar Waduk Lambo. Pengungkapan fakta oleh GM adalah peta jalan untuk melacak integritas Steph: Apa motif dan kelompok siapa yang diperjuangkan Steph?

Integritas berasal dari kata “integer” yang artinya utuh dan lengkap. Dalam integritas, ucapan dan tindakan harus menyatu. Integritas menyatukan nilai-nilai moral dalam diri seseorang. Pengetahuan hanya satu nilai dalam integritas. Dalam integritas ada sulaman kejujuran, kebenaran, dan konsistensi pada komitmen. Jika ternyata tidak ada konsistensi dan koherensi antara kata dan perbuatan, maka pribadi tersebut tidak dapat dikatakan berintegritas.

Filsafat sering memaksa kita untuk memeriksa motif dari tindakan seseorang: apakah digerakkan oleh kewajiban, akal budi, emosional, atau kebiasaan ataupun kepentingan diri. Jangan sampai seseorang bersembunyi di belakang tameng perjuangan demi orang-orang kecil, tetapi di belakang layar ia membangun manuver manipulatif untuk kepentingan dirinya. Karena itu, kita harus teliti, mencermati, dan menunda untuk percaya klaim sepihak seseorang.

Menurut filsuf Jacques Derrida dalam Of Grammatology (1967), kita harus melakukan dekonstruksi terhadap teks; membongkar teks dan menunda memberikan pemaknaan final terhadap monopoli makna dari seseorang. Pembongkaran terhadap teks atau tulisan sangat diperlukan agar mendeteksi maksud tersembunyi dari teks. Filsuf Yunani Kuno, Socrates dalam cara yang hampir sama menyebut "metode kebidanan", untuk membedah manipulasi dan permainan bahasa Kaum Sofis. Ada kepalsuan dan kebohongan di balik seseorang yang pandai berbahasa dan memutarbalik fakta.

Maka, siapapun yang seolah-olah berjuang demi masyarakat kecil telah melanggar hak asasi manusia. Masyarakat kecil hanya dijadikan sebagai objek. Etika deontologis Immanuel Kant tidak menganjurkan pemanfaatan orang miskin. Sebaliknya, etika ini melarang tindakan tersebut secara tegas berdasarkan prinsip utama yang dikenal sebagai imperatif kategoris, khususnya formulasi kemanusiaan (formula of humanity). Prinsip ini menyatakan bahwa orang-orang kecil di Waduk Lambo harus diperlakukan "tidak pernah hanya sebagai sarana atau alat, tetapi selalu pada saat yang sama sebagai tujuan." Jangan memperalat orang miskin untuk kepentingan diri dan kelompok.

Selama hidupnya Yesus Kristus secara konsisten mengkritik kemunafikan, terutama di antara para pemimpin agama pada zaman-Nya, seperti orang Farisi dan ahli Taurat. Kritik-Nya tidak hanya ditujukan kepada mereka yang secara terang-terangan munafik, tetapi juga kepada orang-orang yang "bersembunyi di balik perjuangan kebenaran dan pembelaan masyarakat kecil" namun motivasinya tidak murni. Perumpamaan yang paling kuat dari Yesus tentang kemunafikan adalah ketika Ia menyamakan orang Farisi dengan "kuburan yang dicat putih", yang terlihat indah di luar tetapi penuh dengan kekotoran di dalamnya (Matius 23:27). Ini secara langsung menyerang mereka yang menyamar sebagai pembela kebenaran tetapi hati mereka penuh dengan kemunafikan dan penyamaran. 

Pengakuan GM dan pembongkaran terhadap “Steph di belakang layar” telah meruntuhkan integritas Steph. Harta paling berharga dari intelektual atau wartawan adalah integritasnya.

Jika integritas seseorang tidak dapat dipercaya, apakah ia masih memiliki kewibawaan akademik? Integritas sebagai fondasi kewibawaan akademik merupakan prinsip fundamental yang menyatakan bahwa otoritas, kredibilitas, dan kehormatan seorang intelektual dibangun di atas landasan etika, kejujuran, dan keaslian intelektual. Tanpa integritas, kewibawaan akademik akan runtuh. Dan Steph menulis keruntuhan otoritas akademiknya sendiri. Penulis yang tidak berintegritas tulisan-tulisannya tidak akan dipercayai.

Apa Selanjutnya?

Saat ini, pembangunan Waduk Lambo (Bendungan Mbay) di Nagekeo, NTT, yang dimulai 2021, terus berjalan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk ketahanan pangan dan air, dengan target selesai dan berfungsi tahun 2026, meskipun pada Oktober 2025 masih ada isu terkait ganti rugi lahan, dengan progres mencapai lebih dari 80% per Mei 2025.

Karena pembangunan Waduk Lambo hampir mencapai final, tugas kita adalah memastikan rakyat mendapatkan hak-haknya, terutama hak ganti rugi lahan. Selain persoalan ganti rugi, salah satu tugas pemerintah daerah Nagekeo dan masyarakat adalah memastikan adanya pembangunan irigasi lanjutan (irigasi sekunder dan irigasi tersier) agar masyarakat di wilayah sekitar memperoleh akses air yang cukup untuk kemajuan pertanian dan perikanan.

Pemerintah dan masyarakat juga memiliki tugas untuk menyiapkan generasi SDM pertanian modern agar memanfaatkan potensi Waduk Lambo. Maka peningkatan kapasitas masyarakat (petani) di sekitar Waduk Lambo sangat diperlukan saat ini.

Pada saat yang sama, pemerintah harus menyiapkan skema intervensi pembukaan dan pengolahan lahan baru. Ini hal urgen yang harus dilakukan, daripada harus terlibat dalam narasi memecah belah masyarakat.

Saya selalu ingat peribahasa bijak: menepuk air di dulang terpercik muka sendiri. Perbuatan buruk atau jahat yang kita lakukan akan kembali menimpa diri kita sendiri, atau melakukan hal yang merusak reputasi orang lain akan berdampak buruk bagi diri sendiri. Ini kebijaksanaan tua agar berhati-hati dalam bertindak dan tidak memfitnah orang lain, karena pada akhirnya perbuatan itu bisa berbalik merugikan pelakunya.

Alih-alih menyerang orang lain tanpa bukti dan verifikasi faktual di lapangan, Steph justru mempermalukan dirinya sendiri.  

*Penulis adalah alumnus Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero, Magister Filsafat STF Driyarkara serta penulis Buku “Senandung Suara-Suara Minor” (2016) dan “Filsafat Solidaritas” (2024).

Komentar