Breaking News

MAKRO Penanganan Dampak Inflasi melalui Belanja Wajib Perlindungan Sosial 09 Sep 2022 10:57

Article image
Presiden Jokowi meminta agar APBN dapat melindungi masyarakat kurang mampu dan subsidi menjadi lebih tepat sasaran

JAKARTA, IndonesiaSatu.co – Penanganan dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi pada tanggal 3 September 2022 lalu, mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah (Pemda) dengan adanya penganggaran untuk belanja perlindungan sosial dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2022.

Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (Dirjen PK) Astera Primanto Bhakti dan sejalan dengan arahan Presiden Jokowi agar APBN dapat melindungi masyarakat kurang mampu dan agar penggunaan subsidi menjadi lebih tepat sasaran.

“Pemerintah juga memberikan bantalan yang dilakukan oleh daerah, melalui earmarking Dana Transfer Umum (Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil), Pemda ini diberikan kewenangan untuk membuat program sehingga dampak dari inflasi tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat,” jelas Astera.

Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022 yang diterbitkan oleh pemerintah, maka Pemda berkontribusi memberikan dukungannya berupa penganggaran belanja wajib perlindungan sosial untuk periode Oktober sampai dengan Desember 2022 sebesar 2% (dua persen) dari Dana Transfer Umum (DTU) diluar Dana Bagi Hasil (DBH) yang ditentukan penggunaannya.

Namun, belanja wajib perlindungan sosial tidak termasuk belanja wajib 25% dari DTU yang telah dianggarkan pada APBD Tahun Anggaran 2022.

Adapun belanja wajib tersebut dipergunakan untuk memberikan bantuan sosial kepada ojek, UMKM, dan nelayan, memberikan subsidi pada sektor transportasi, serta menciptakan lapangan kerja.

Selain itu, daerah juga wajib menyampaikan laporan yang sekaligus menjadi persyaratan penyaluran DAU dan DBH PPh Pasal 25/29 (bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU) kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah.

Laporan itu terdiri dari; Laporan penganggaran belanja wajib, paling lambat pada tanggal 15 September 2022; Llaporan realisasi belanja wajib, setiap tanggal 15 pada bulan berikutnya; dan aporan disampaikan dalam bentuk PDF melalui e-mail resmi DJPK.

Adapun ketentuan penyampaian laporan dimaksud, diatur sebagai berikut. Pertama, laporan penganggaran dokumen persyaratan penyaluran DAU bulan Oktober 2022 atau penyaluran DBH PPh Pasal 25/29 triwulan III bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU.

Kedua, laporan realisasi menjadi dokumen persyaratan penyaluran DAU bulan berikutnya atau penyaluran DBH PPh Pasal 25/29 triwulan IV bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU.

Ketiga, terhadap Daerah yang mengalami penundaan penyaluran DAU atau DBH sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2, disalurkan setelah dokumen persyaratan disampaikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kempat, dalam hal sampai dengan 15 Desember tahun berjalan dokumen persyaratan penyaluran belum diterima, penyaluran kembali DTU yang belum disalurkan dilaksanakan secara sekaligus sebesar DTU yang belum disalurkan paling lambat 2 (dua) hari kerja terakhir di bulan Desember tahun berjalan.

Oleh karena itu, pengelolaan dan pemantauan atas pelaksanaan belanja wajib dilaksanakan oleh Kepala Daerah dan diawasi pelaporannya oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah Daerah agar manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat yang terdampak inflasi.***

--- Sandy Javia

Komentar