HUKUM PN Jaksel Putuskan Tidak Berwenang Adili Kasus Versus Tempo, Kuasa Hukum: Kemana Kami Harus Mencari Keadilan? 17 Nov 2025 19:42
Temuan tersebut menegaskan bahwa narasi Tempo bertajuk “Poles-Poles Beras Busuk” tidak memenuhi prinsip akurasi, keberimbangan, dan verifikasi yang menjadi kewajiban media profesional.
JAKARTA, IndonesiaSatu.co – Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan bahwa langkah hukum yang ditempuh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman terhadap Tempo telah sepenuhnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Undang-undang tersebut menegaskan bahwa sengketa pers dapat dilanjutkan ke ranah hukum setelah proses penyelesaian melalui Dewan Pers ditempuh.
Langkah ini diambil setelah Dewan Pers, melalui Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Nomor 3/PPR-DP/VI/2025, secara resmi menyatakan bahwa Tempo melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 dan Pasal 3.
Temuan tersebut menegaskan bahwa narasi Tempo bertajuk “Poles-Poles Beras Busuk” tidak memenuhi prinsip akurasi, keberimbangan, dan verifikasi yang menjadi kewajiban media profesional.
Karena itu, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyatakan tidak berwenang mengadili perkara tersebut menimbulkan keprihatinan mendalam, mengingat substansi gugatan berkaitan langsung dengan martabat petani.
Kuasa hukum Kementan, Chandra Muliawan, menyampaikan kekecewaan atas Putusan Nomor 684/Pdt.G/2025/PN Jkt.Sel tanggal 17 November 2025 tersebut.
“Kami datang ke pengadilan membawa amanah menjaga 160 juta petani dan rakyat kecil yang berasnya bahkan telah diakui oleh Bapak Presiden sebagai beras berkualitas dan dibanggakan di forum PBB. Namun hari ini, PN Jakarta Selatan justru menutup pintu dengan menyatakan tidak berwenang. Lalu kemana lagi kami harus mencari keadilan?” ujar Chandra seperti dikuitip dari pernyataan tertulis di Jakarta, Senin (17/11/2025).
Chandra menjelaskan bahwa dampak pemberitaan tersebut sudah sangat dirasakan di lapangan. Narasi dan infografis bertema ‘beras busuk’ yang disebarkan secara masif telah merusak citra serta harga diri petani di berbagai daerah, terutama petani kecil yang langsung terkena stigma bahwa hasil panennya berkualitas buruk.
“Kalau institusi negara yang diberi mandat konstitusional menjaga pangan nasional saja diperhadapkan pada tembok prosedur seperti ini, bagaimana nasib petani kecil yang tidak punya akses dan suara?” tegasnya.
Kementan memastikan akan mengajukan gugatan ke pengadilan lain yang dianggap berwenang sesuai peraturan perundang-undangan sebagai bentuk komitmen untuk melindungi hak dan martabat 160 juta petani Indonesia.
“Perjuangan kami tidak berhenti di sini. Kami tidak sedang membela pribadi Mentan Amran. Yang kami bela adalah petani Indonesia agar tidak terus dikalahkan oleh stigma negatif atas hasil kerja keras mereka. Kami akan terus mencari keadilan, sampai pintu terakhir pun kami ketuk,” tutup Chandra. *
--- F. Hardiman
Komentar