Breaking News

HUKUM Serahkan Dokumen Amicus Curiae untuk Kasus Eks Kapolres Ngada, Romo Leo Mali: Suara Moral Melawan Impunitas dan Banalitas Kejahatan Seksual Anak 06 Oct 2025 22:09

Article image
Rm. Dr. Leonardus Mali, Pr., L.Ph., menyerahkan dokumen Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) ke Pengadilan Negeri (PN) Kupang. (Foto: Dok. Ist)
Romo Leo Mali menutup pandangannya dengan harapan bahwa Majelis Hakim akan menghadirkan putusan yang benar-benar mencerminkan keadilan substantif, menolak impunitas, dan memulihkan harapan masyarakat terhadap hukum.

KUPANG, IndonesiaSatu.co-- Rohaniwan, pekerja kemanusiaan, dan akademisi filsafat, Rm. Dr. Leonardus Mali, Pr., L.Ph., atau yang akrab disapa Romo Leo Mali, menyerahkan dokumen Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) ke Pengadilan Negeri (PN) Kupang pada hari ini, Senin (6/10/2025) sekitar pukul 10:00 Wita.

Dokumen tersebut merupakan bentuk dukungan moral, etis, filosofis, dan hukum terhadap proses persidangan pidana Nomor: 75/Pid.Sus/2025/PN.Kpg, yang mendakwa Eks Kapolres Ngada AKBP (non-aktif), Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, atas dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.

Kedatangan Romo Leo Mali diterima langsung oleh Ketua PN Kupang, Ferry Haryanto S.H., M.H.

Dokumen Amicus Curiae yang disusun oleh Romo Leo Mali memuat tiga sasaran utama, yakni:

Pertama, Pencegahan Impunitas: Memastikan bahwa tidak ada pejabat yang berada di atas hukum dan menolak pembiaran terhadap pelaku kejahatan, terutama dari aparat penegak hukum.

Kedua, Mencegah Banalitas Kejahatan: Mengingatkan bahwa kekerasan seksual terhadap anak bukanlah tindak pidana biasa, melainkan ancaman serius terhadap peradaban dan moralitas publik, yang harus dilawan dengan putusan seberat-beratnya.

Ketiga, Pemulihan Kepercayaan Publik: Menegaskan bahwa putusan yang adil, tegas, dan berpihak pada korban adalah momentum krusial untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum.

Dalam dokumen tersebut, Romo Leo Mali menyoroti argumentasi filosofis berdasarkan pemikiran Thomas Aquinas (Lex iniusta est non lex) yang menekankan bahwa hukum harus melayani keadilan dan melindungi yang lemah, serta pemikiran Immanuel Kant tentang martabat kemanusiaan dan perlunya memperlakukan manusia sebagai tujuan, bukan sarana. 

Romo Leo Mali juga secara tegas menolak reviktimisasi yang dilakukan melalui pleidoi kuasa hukum dan keterangan ahli pelaku, yang melabeli korban anak sebagai "pelacur anak," sebuah tindakan yang dianggap melanggar prinsip moral Kantian.

Lebih lanjut, Romo Leo menerapkan teori Hannah Arendt tentang Banalitas Kejahatan, memperingatkan bahwa hukuman ringan atau pembiaran terhadap impunitas akan membuat kejahatan seksual menjadi "biasa" dan mengancam moralitas publik secara menyeluruh.

Secara hukum, Amicus Curiae ini mendesak Majelis Hakim untuk menerapkan instrumen hukum nasional secara maksimal dan komprehensif, termasuk:

1. UUD 1945 Pasal 28B ayat (2) tentang perlindungan anak dari kekerasan.

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), dengan perspektif korban dan pencegahan reviktimisasi.

3. Undang-Undang Perlindungan Anak yang menempatkan anak sebagai subjek hukum dengan hak istimewa atas perlindungan.

4. Amicus Curiae juga mengkritik fragmentasi penuntutan yang tidak memasukkan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO) dan UU Pornografi, padahal fakta menunjukkan adanya eksploitasi dan penyebarluasan konten pornografi anak ke dark web oleh pelaku.

Romo Leo Mali menutup pandangannya dengan harapan bahwa Majelis Hakim akan menghadirkan putusan yang benar-benar mencerminkan keadilan substantif, menolak impunitas, dan memulihkan harapan masyarakat terhadap hukum.

--- Guche Montero

Komentar