Breaking News

KEUANGAN Finansial Gen Z Paling Rapuh: Inflasi Bikin Mereka Terjebak Fokus Jangka Pendek 30 Jun 2025 18:48

Article image
Alih-alih meminta bantuan, 28% Gen Z memilih membuat keputusan keuangan sendiri, padahal mereka adalah kelompok yang paling membutuhkan bimbingan.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co – Generasi Z menghadapi krisis finansial yang paling serius dibandingkan generasi lainnya di Asia. Laporan terbaru Financial Resilience Index dari Sun Life Asia mengungkap bahwa Gen Z adalah kelompok paling rentan secara finansial, dengan kecenderungan fokus hanya pada kebutuhan jangka pendek karena tekanan inflasi yang terus-menerus.

Survei yang melibatkan lebih dari 6.000 responden dari enam negara Asia, termasuk Indonesia, menyatakan bahwa hanya 57% Gen Z yang merasa aman secara finansial—jauh di bawah 69% Baby Boomers dan 66% Milenial. Tekanan biaya hidup telah memaksa generasi muda ini berpikir pragmatis dan mengesampingkan tujuan keuangan jangka panjang.

"Gen Z punya waktu, tapi tidak punya rasa aman. Mereka tumbuh di era penuh ketidakpastian dan biaya hidup yang tinggi. Tanpa panduan yang tepat, mereka bisa kehilangan pijakan keuangan di masa depan," ujar David Broom, Chief Client and Distribution Officer, Sun Life Asia.

Alih-alih meminta bantuan, 28% Gen Z memilih membuat keputusan keuangan sendiri, padahal mereka adalah kelompok yang paling membutuhkan bimbingan. Yang menarik, 19% Gen Z kini lebih percaya pada AI untuk konsultasi finansial, dibanding hanya 11% Baby Boomers yang melakukan hal serupa.

Sikap konservatif juga membayangi pilihan investasi Gen Z. Sebanyak 59% menyatakan diri sebagai investor konservatif, menunjukkan kecenderungan menghindari risiko meski punya horizon waktu panjang untuk berinvestasi.

Inflasi Mengubah Prioritas

Tak kurang dari 92% responden merasakan dampak inflasi, dan 44% di antaranya mengaku sangat sulit menutup pengeluaran bulanan. Akibatnya, fokus utama kini bergeser: dari merencanakan pensiun menjadi bertahan dari hari ke hari. Tahun ini, 60% responden menyatakan mengelola pengeluaran harian sebagai prioritas utama, naik dari 54% tahun lalu.

Tabungan darurat kini menduduki posisi kedua dalam prioritas keuangan (42%), menyalip perencanaan pensiun yang turun ke posisi keenam. Jelas, masyarakat kini menukar tujuan jangka panjang dengan kebutuhan mendesak.

Kurangnya Perencanaan Jangka Panjang

Meski sedikit membaik, perencanaan keuangan jangka panjang masih sangat rendah. 54% responden belum memiliki rencana keuangan lebih dari satu tahun, dan hanya 8% yang berpikir sejauh 10 tahun ke depan. Angka ini memperlihatkan lemahnya literasi keuangan dan ketahanan dalam jangka panjang.

Survei Sun Life juga membedakan dua kelompok utama: mereka yang memiliki ketahanan finansial tinggi dan mereka yang rapuh secara finansial.

Mereka yang tangguh:

  • 83% yakin bisa memenuhi kebutuhan jangka pendek
  • 82% yakin mencapai target keuangan jangka panjang
  • 45% bisa bertahan mandiri lebih dari 6 bulan saat krisis
  • 40% rutin berkonsultasi dengan penasihat keuangan

Sementara yang rapuh:

  • Hanya 25% yakin bisa atasi kebutuhan jangka pendek
  • Hanya 13% optimistis soal masa depan keuangan mereka
  • 89% mengaku tidak bisa bertahan lebih dari 6 bulan jika kehilangan penghasilan
  • Hanya 27% yang pernah berbicara dengan penasihat keuangan profesional

Meningkatkan Literasi

Perbedaan mencolok ini menunjukkan pentingnya edukasi finansial. Tanpa pemahaman yang kuat, generasi muda berisiko terus-menerus terjebak dalam siklus “bertahan hidup” daripada membangun masa depan finansial yang stabil.

"Sun Life percaya bahwa literasi finansial adalah kunci. Dengan pemahaman yang lebih baik dan akses pada saran profesional, semua generasi—terutama Gen Z—dapat lebih percaya diri menata masa depan mereka," tutup David Broom. ***

--- Sandy Javia

Komentar