HUKUM Hikmahanto: Status Mary Jane Menimbulkan Kerumitan di Indonesia 20 Nov 2024 20:50
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan, kabar tersebut menimbulkan kerumitan tersendiri di Indonesia.
JAKARTA, IndonesiaSatu.co - Presiden Filipina Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr. memastikan terpidana mati kasus narkotika, Mary Jane Veloso, akan kembali ke Filipina menyusul negosiasi pihaknya dengan Indonesia selama bertahun-tahun.
“Menyusul upaya diplomasi dan konsultasi dengan Pemerintah Indonesia selama lebih dari satu dasawarsa, kami berhasil menunda pelaksanaan eksekusi matinya hingga tercapainya kesepakatan untuk membawanya pulang ke Filipina,” ucap Presiden Marcos pada Rabu.
Terkait hal itu, Presiden Marcos menyampaikan terima kasih kepada Presiden Prabowo.
Menanggapi berita tersebut, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan, kabar tersebut menimbulkan kerumitan tersendiri di Indonesia.
Hal ini karena kembalinya Mary Jane tidak didasarkan pada dikabulkannya permohonan grasi oleh Presiden Prabowo atas hukuman mati yang dijatuhkan.
“Hingga saat ini belum tersengar kabar adanya permohonan grasi dibawah pemerintahan Prabowo. Sementara di bawah pemerintahan Jokowi permohonan grasi pernah diajukan namun ditolak,” ujarnya melalui pernyataan tertulis di Jakarta, Rabu (20/11).
Menko Hukum HAM Imigrasi dan Pemasyarakatan, Prof Yusril Ihza Mahendra dalam siaran persnya menyampaikan bakal kembalinya Mary Jane ke Filipina didasarkan pada kerja sama pemindahan narapidana atau transfer of sentenced person.
Padahal, kata Hikmahanto, di Indonesia hingga saat ini belum ada Undang-undang Pemindahan Narapidana.
Alasan ketiadaan Undang-undang Pemindahan Narapidana tersebut juga digunakan sebagai alasan oleh Indonesia ketika Schapelle Corby diminta oleh Australia untuk dipindahkan dan menjalankan sisa masa hukumannya di Australia.
Belum lagi saat itu Corby tidak dipindahkan ke Australia untuk menjalani sisa hukuman karena tindak pidana yang dilakukan merupakan tindak pidana yang tergolong berat yaitu yang berkaitan dengan narkotika. Suatu tindak pidana yang sama yang dilakukan oleh Mary Jane.
Dalam konteks demikian, kata Hikmahanto, kebijakan antara satu pemerintahan dengan pemerintahan di Indonesia di mata negara lain tidak ada konsistensi.
“Juga patut dipertanyakan bagaimana mungkin terpidana mati dipindahkan ke Filipina bila Filipina telah menghapuskan hukuman mati. Menjadi pertanyaan bila Mary Jane dikirim Filipina, apakah Filipina akan melaksanakan putusan hukuman mati Indonesia?” ujarnya.
Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani itu mengatakan, tentu kesepakatan Presiden Prabowo dan Presiden Marcos untuk mengembalikan Mary Jane ke Filipina dalam hubungan antar negara sah-sah saja.
Namun tidak seharusnya kesepakatan ini melanggar hukum Indonesia dimana Mary Jane saat ini berada.
“Kedaulatan hukum tidak seharusnya mudah dikesampingkan bila Indonesia hendak dikenal sebagai negara hukum dan mempertahankan kedaulatan hukumnya,” ujarnya.
Sebelumnya, melalui akun Instagram resminya @bongbongmarcos, menyebut bahwa Mary Jane sebagai seorang ibu yang terpaksa mengambil “tindakan putus asa” yang mengubah jalan hidupnya.
Meski mengakui vonis yang diterima Mary Jane sudah sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia, Marcos berkata bahwa sang terpidana, pada akhirnya, adalah “korban keadaan”.
Presiden Marcos pun mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Presiden RI Prabowo Subianto dan Pemerintah Indonesia atas itikad baiknya terhadap Mary Jane Veloso, yang menunjukkan tingkatnya rasa saling percaya dan eratnya hubungan bilateral.
“Hasil yang baik ini mencerminkan eratnya kemitraan negara kita dengan Indonesia yang sama-sama berkomitmen terhadap keadilan dan rasa kasih sayang,” kata Marcos seperti dikutip Antara.
“Terima kasih Indonesia. Kami menantikan waktunya dapat menyambut kembali Mary Jane Veloso pulang,” ujar Presiden Marcos. *
--- F. Hardiman
Komentar