Breaking News

HUKUM Kasus Korupsi BTS, Anang Latif Divonis 18 tahun Penjara 08 Nov 2023 19:27

Article image
Mantan Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif. (Foto: Ist)
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anang Achmad Latif dengan pidana penjara selama 18 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan," ujar Ketua Majelis Hakim, Fahzal Hendri.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Mantan Direktur Utama (Dirut) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo, Anang Achmad Latif divonis dengan pidana 18 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 Miliar subsider 6 bulan kurungan.

Anang dinilai terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1-5 BAKTI Kominfo dan pencucian uang.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anang Achmad Latif dengan pidana penjara selama 18 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan," ujar Ketua Majelis Hakim, Fahzal Hendri saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023).

"Membebankan terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 5 miliar diambil dari uang yang telah disetor ke Kejaksaan sebesar Rp 6 M, sisanya Rp 1 M dikembalikan kepada terdakwa," lanjut hakim.

Majelis hakim menyatakan, terdakwa Anang Achmad Latif telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana dakwaan kesatu primer Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan dakwaan kedua primer Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Dalam menjatuhkan putusan pidana tersebut, hakim mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan.

Hal memberatkan adalah tindakan terdakwa tidak membantu program pemerintah dalam memberantas korupsi, tidak berterus terang tetapi mengakui kesalahan karena keterlambatan.

Dan, kerugian keuangan negara besar dan menjadi sorotan masyarakat.

Sedangkan hal yang meringankan yaitu sopan di persidangan dan merupakan kepala rumah tangga.

Vonis ini sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang ingin Anang dihukum dengan pidana 18 tahun penjara, denda sebesar Rp 1 miliar subsider 12 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 5 miliar subsider 9 tahun penjara.

Anang disebut menerima uang senilai Rp 5 miliar dari dugaan korupsi penyediaan menara BTS.

Uang itu ia gunakan untuk kepentingan pribadi, di antaranya untuk membeli satu unit sepeda motor BMW R 1250 GS Adv Anniversary 40 Years VIN 2022 nomor polisi D 4679 ADV seharga Rp950 juta.

Kemudian membeli satu unit rumah di Tatar Spatirasmi-Kota Baru Parahyangan Bandung senilai Rp 6,7 miliar.

Melakukan pelunasan atas pembelian satu unit rumah di South Grove Nomor 8 Jalan Lebak Bulus 1, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan dan membeli satu unit Mobil BMW X5 warna Hitam tahun 2022 nomor polisi B 1869 ZJC kurang lebih seharga Rp 1,8 miliar.

Pembelian tersebut dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan.

Adapun kasus korupsi penyediaan menara BTS ini menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 8 triliun. Jumlah tersebut berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Menimbang bahwa sebesar Rp1,7 triliun majelis berpendapat bahwa pengembalian tersebut masuk ke kas negara, sehingga kerugian berkurang menjadi Rp 6,2 triliun," kata hakim anggota Sunarto dalam sidang pembacaan vonis tersebut.

Anang melakukan tindak pidana bersama-sama dengan mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate; Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI) Yohan Suryanto; Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan.

Kemudian Galumbang Menak Simanjuntak, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia; Mukti Ali, Account Director PT Huawei Tech Investment; Windi Purnama, Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera; dan Muhammad Yusrizki Muliawan, Direktur PT Basis Utama Prima. Masing-masing terdakwa dilakukan penuntutan dalam berkas perkara terpisah.

--- Guche Montero

Komentar