Breaking News

OPINI Kisah Hidup dan Kematian Hans Küng: Sentilan Ringan Untuk Imam Gereja Lokal 17 Apr 2021 13:57

Article image
Teolog Katolik dan imam Keuskupan Basel Swiss, Hans Küng. (Foto: fundacionyuste.org)
Hans berkomitmen meninggal sebagai imam Katolik, mengenakan jubah imam pada saat kematiannya, ada ekaristi pemakamannya, peti jenasahnya dari kayu Kersen yang dia pesan sendiri, dan disemayamkan di Gereja Sankt Johannes Tübingen.

Oleh Stefanus Wolo Itu

 

TANGGAL 6 April 2021, seorang imam projo senior Keuskupan Basel Swiss, Hans Küng meninggal dunia di Tübingen, Jerman, dalam usia 93 tahun. Tübingen adalah kota kecil beraroma intelektual di Jerman Selatan. Juli 2019 saya berkesempatan mengunjungi "seorang sahabat" yg sedang studi kepustakaan di Universitas Tübingen. Tanggal 9 April, Uskup Basel di Solothurn Mgr. Felix Gmür mengirimkan berita resmi kematian imamnya, Hans Küng kepada semua yang memiliki "misio canonica" di keuskupan Basel.

Seperti biasa, setiap berita resmi kematian dari Uskup berisi dua hal. Pertama, ucapan syukur dan terima kasih pada almarhum atas semua pelayanan kepada gereja dan sesama. Uskup juga meminta kami supaya memberikan penghormatan yang pantas kepada almarhum. Kedua, Uskup juga melampirkan riwayat hidup singkat almarhum.

Romo Hans Küng dilahirkan di Zursee, Kanton Luzern pada pesta Santo Yosef, 19 Maret 1928. Beliau dibaptis, menerima komunio pertama dan krisma di gereja Sankt Georg Zursee. Setelah ditahbiskan sebagai imam projo Basel di Roma tanggal 10 Oktober 1954, Hans merayakan misa pertamanya di gereja yang sama. Di gereja ini juga, bulan April 2018 kami para fungsionaris pastoral yang bekerja di Keuskupan Basel membaharui janji imamat di hadapan Uskup Basel. Dan di sini juga lonceng gereja tanda kematian Hans Küng dibunyikan.

Hans hidup sebagai imam projo keuskupan Basel selama hampir 67 tahun. Menariknya, dia bekerja di Keuskupan Basel hanya dua tahun yakni di Paroki Sankt Leodegar Luzern 1957-1959. Selebihnya 65 tahun berada di luar Basel Swiss untuk studi di Roma, Paris dan mengabdi di Universitas Tübingen. Ya, dengan kompetensi akademisnya, Hans harus meninggalkan Gereja lokal keuskupan Basel untuk mengabdi untuk kepentingan yang lebih besar, Gereja universal.

Hari ini, Jumat 16 April 2021, 10 hari setelah kematian, Hans dimakamkan di Tübingen. Universitas Tübingen adalah tempat pengabdian, medan laga pastoralnya sejak 1960. Menarik bahwa Hans sendiri sudah sejak lama membuat wasiat dan rencana detail tentang semua hal yang berurusan dengan kematian, misa arwah dan liturgi pemakaman.

Apa saja wasiat menarik dan rencana detail Hans Küng berkaitan dengan semua urusan seputar kematiannya?

Pertama, Hans ingin meninggal bahagia dan dimakamkan di Tübingen. Tahun 2013, ketika talkshow di Tübingen, Hans pernah ungkapkan: "Saya sudah menulis semua buku yang saya inginkan. Saya sudah melakukan semua perjalanan yang saya kehendaki. Dalam arti ini saya seorang yang berbahagia, relatif bahagia. Saya boleh katakan semua pekerjaan saya telah berakhir". Tahun 2014 Hans menulis buku yg berisikan kerinduan dan harapan untuk mati bahagia Glücklich Sterben. Buku ini sangat diminati oleh misionaris asal Ngada di Papua P. Yan Jawa, SVD.

Kedua, Hans adalah pengkritik institusi Gereja dan Paus sebagai pimpinan tertinggi Gereja melalui karya-karya tulisnya. Buku-buku kritis itu antara lain: Unfehlbar?, Christ Sein, Existiert Gott? Karena sikap kritisnya ini, Roma mencabut hak mengajarnya. Ada hal menarik dari Hans. Beliau tetap bertahan sebagai imam gereja Katolik. Kekritisannya dan sanksi atas dirinya tidak menggoda Hans untuk keluar dari Gereja Katolik.

Hans tetap berkomitmen meninggal sebagai imam Katolik. Pada saat kematiannya, dia ingin mengenakan jubah imam. Dia ingin agar perayaan ekaristi pemakamannya dan peti jenazahnya dari "Kayu Kersen" yg dia pesan sendiri, disemayamkan di Gereja Sankt Johannes Tübingen. Gereja ini adalah tempat Hans sebagai imam muda merayakan ekaristi mingguan. Di gereja ini orgel akan bergema dan bergemuruh terakhir kali untuk Hans.

Hans juga memandatkan mantan murid dan sahabat setianya P. Wolfgang Gramer untuk merayakan ekaristi arwah. Pada perayaan itu penyanyi Ensemble akan menyanyikan lagu-lagu Yohan Sebastian Bach. Hans adalah pengagum Bach dan mengakui bahwa lagu-lagu Bach betul menghantar dia menjumpai Sang Illahi. Di gereja itu juga, teman-teman membacakan doa yg ditulisnya sendiri.

Ketiga, kuburan Hans Küng. Sudah sejak Juli 2001 Hans bersama sahabat kentalnya Walter Jens, Professor Retorika Universitas Tübingen menentukan tempat kubur mereka di pemakaman tua kota Tübingen. Mereka memilih tempat yg agak tinggi dan terang. Ya, tempat pertama yang kena pancaran sinar matahari pagi. Biar hangat katanya.

Sebagai sahabat dekat mereka berkeinginan agar kuburan mereka langsung berdampingan. Sayang sekali hal itu tidak terwujud. Setelah Walter meninggal tahun 2013 ada orang lain yg dikuburkan langsung di samping Walter. Hans agak kecewa. Tapi istrinya Walter berguyon pada Hans: "Hans tidak perlu cemas. Suami saya selama hidup sering bersuara besar. Di kuburan ini, suami saya bisa memanggilmu sambil berteriak dan kamu bisa ngobrol."

Keempat, ide Hans tentang rak buku di kuburan. Hans berpesan agar ada rak buku di kuburan. Semua buku yang pernah ditulisnya akan disimpan di rak itu. Para pengunjung makam Hans boleh mengisi waktu meminjam dan membaca buku-buku itu. Wasiat gila dari seorang pemikir produktif, teolog excellen dan cendekiawan kreatif-kritis. Wasiat kreatif agar kuburan dan pemakaman menjadi taman bacaan yang asyik.

Sebagai imam projo Keuskupan Agung Ende Flores yg bekerja sebagai misionaris Fidei Donum di Keuskupan Basel Swiss saya ingin memberi sentilan ringan untuk diri sendiri dan kalau boleh untuk rekan-rekan saya.

Rekan imam kita Hans mengajak kita untuk secara arif terus mengasah kebajikan intelektual, spiritual, sosial. Ada saat tertentu kita merasa seperti dibuang, ditendang karena hal baik yg kita hidupi. Jangan lupa tetap setia kepada Gereja dan setia pada imamat.

Di tengah situasi pandemi ini, para uskup berjalan keliling merayakan misa pembaharuan janji imamat. Ada pertemuan dari hati ke hati antara uskup dan para imam. Tema sentral hampir pasti seputar kehidupan imam. Dan hal yang hampir pasti diperbincangkan serius adalah tema seputar urusan kematian imam.

Di satu sisi, ketika imam meninggal semua umat berdoa "Semoga beristirahat dalam damai Tuhan. Surga tempatmu imam kami yang baik. Pokonya imam disanjung". Disisi lain, uskup, rekan-rekan imam, keluarga dan umat hidup dalam suasana tidak bersahabat. Kematian seorang imam meninggalkan konflik, kekacauan. Mengapa? Karena selama hidupnya sang imam lalai menulis "Testament atau Wasiat" seputar kematiannya.

Hans Küng, para imam dan orang-orang Eropa sudah memberikan teladan agar kematian kita tidak mewariskan konflik dan masalah baru. Mereka menulis detail testament agar terhindar dari masalah rumit pasca kematian. Yang meninggal beristirahat dalam damai. Yang masih hidup juga menikmati suasana persaudaraan yang sejati.

Saya sengaja memuat video para para imam gereja lokal KAE yang menyanyi lagu pujian dengan sukacita di gereja paroki saya di Eiken, Swiss akhir Desember 2019 di akun Facebook saya. Kita para imam alumni Eropa hendaknya menjadi "lokomotif" yang membantu uskup, para imam, keluarga kita dan umat kecintaan kita agar hidup damai pasca kematian kita kelak.

"Tiada perdamaian antar bangsa, tanpa perdamaian antar agama. Tiada perdamaian antar agama, tanpa dialog antar agama", kata teman kita Hans Küng, sang pejuang perdamaian.

Saya coba rumuskan secara lain: "Tiada perdamaian pasca kematian seorang imam, tanpa ada dialog penuh kasih dan komitmen dari ketulusan hati tentang diri kita sebelum kita mati".

Semoga sentilan hidup dan kematian Hans Küng menumbuhkan kesadaran baru kita seperti indahnya bunga-bunga di negeri Alpen sedang mekar di awal musim semi ini.

 

Penulis adalah imam projo asal Keuskupan Agung Ende yang saat ini berkarya di Keuskupan Basel, Swiss.

Komentar