Breaking News

OPINI Yang Terungkap dalam Diskusi Online Geothermal; Berkat atau Kutuk (?) 11 Nov 2025 14:38

Article image
Dr. Ing. Ignatius Iryanto. (Foto: Dokpri Ignas)
Banyak daerah kini mendorong pemanfaatan geothermal di wilayahnya. Kita sebaiknya bijak, namun juga tegas.

Oleh: Dr. Ing. Ignas Iryanto*

 

Warga Politeknik Cristo Re yang juga mengikuti debat publik terkait pemanfaatan potensi Geothermal di Pulau Flores, serta ikut resah dengan tidak berujungnya debat ini terlihat dari belum adanya kesimpulan akhir yang bisa diterima semua pihak, memutuskan untuk ikut memfasilitasi suatu dialog yang jernih dan berbasis data dengan pengetahuan yang bisa dipertanggungjawabkan.

Pikiran awal datang dari seorang dosen muda yang baru kembali dari studi S2 dalam disiplin ilmu teknologi energi terbarukan sebagai bagian dari khasanah teknologi mesin, adik Rian Ghili. 

Narasumber yang dihadirkan dalam diskusi online pada tanggal 31 Oktober 2025 lalu itu yakni Direktur Walhi NTT, Juvensius S.H., MH; Ir. Ali Ashat, Dipl.Geoth. Eng.Tech, Dosen ITB, praktisi, konsultan Geothermal, serta Ketua JPIC Keuskupan Agung Ende, Romo Reginaldus Piperno. 

Pemaparan tiga narasumber ini sangat jernih dan mencerahkan. Beberapa fakta dan data lapangan dari Walhi dan Romo ketua JPIC, jelas menunjukkan impak-impak negatif di lapangan, hasil temuan langsung tim Walhi maupun tim JPIC. Itu semua melampaui teori apapun yang ada. 

Yang menarik, sebagaimana juga muncul dalam wacana publik, lokasi yang menjadi referensi paling kuat sebagai dasar penolakan adalah wilayah eksplorasi di Mataloko, Daratei. 

Mayoritas data dan impak negatifnya diambil dari kasus Daratei ini. Kasus di tempat lain, baik Ulumbu maupun Sokoria, tidak sedrastis impak negatif di Mataloko ini. 

Bagi penulis, satu satunya informasi baru yang terungkap dalam diskusi ini, yang belum banyak orang ketahui adalah bahwa kerusakan di Daratei terjadi krena kontraktor eksplorasinya melanggar SOP dan prinsip Eksplorasi yang benar, sehingga seharusnya kasus Daratei ini tidak bisa dijadikan alasan general untuk menolak Geothermal. Ini kasus unik yang tidak pernah terjadi di proyek lainnya.

Menurut penjelasan Ir. Ali Ashat, ahli dan consultant geothermal yang juga mendampingi masyarakat dalam memanfaatkan geothermal secara langsung untuk kepentingan pertanian: proses eksplorasi di Mataloko itu baru pada fase melakukan pemboran dangkal untuk mulai mengestimasi posisi reservoir geothermal. Kedalaman pemborannya di 700-800 meter. Ini belum ke tahap pengeboran untuk mencapai reservoir geothermal sebagai tahap akhir dari eksplorasi yang biasanya pada kedalaman lebih dari 1000 meter.

Setelah pemboran menuju reservoir baru bisa dihitung volume reservoirnya, tekanan uapnya, temperatur uapnya, dan lain-lain, sehingga desain pembangkitnya baru bisa dibuat. 

Yang terjadi di Mataloko, baru fase pemboran sumur dangkal, ada sumur yang mengeluarkan uap, langsung dieksploitasi dengan pemasangan pembangkit. Ini kesalahan sangat fatal. 

Mesti dicheck ini merupakan keputusan siapa. Bencana terjadi pada fase itu, bencana yang sangat buruk dan yang menyebabkan temuan akan berbagai dampak negatif dari Geothermal ini. 

Yang juga fatal adalah kesalahan ini tidak pernah diinvestigasi serta tidak ada sanksi apapun kepada investor yang melakukan proses eksplorasi itu. Bahkan ada berita bahwa Daratei akan dilanjutkan prosesnya.

Ini tentu saja sangat fatal. Sebaiknya Daratei ini dihentikan, lahan masyarakat direhabilitasi dan diberi kompensasi, serta investornya diberi sanksi keras. 

Sayangnya, masyarakat kita yang tidak paham proses dan tahapan itu cenderung mengeneralisasi kasus Daratei ini. Pokoknya geothermal buruk dan harus ditolak dari Flores/NTT. Mengapa? Lihat saja Daratei itu.

Fakta lapangannya ada di sana. Tidak dipahami bahwa fakta lapangan itu terjadi karena kesalahan fatal dalam SOP eksplorasi dan eksploitasi Geothermal. Wajar saja, jika melihat fakta di Mataloko itu, Geothermal harus ditolak absolut dari bumi Flores ini. Ternyata dari keterangan Ir. Ali Shahat, kesimpulan ini tidak memiliki dasar ilmiah. Ini generalisasi yang sangat keliru bahkan salah. 

Pertanyaan kritis berikutnya: apakah jika SOP-nya ditaati, pasti tidak akan terjadi impak negatif seperti yang ada di Mataloko itu? Sebenarnya kita punya acuan di banyak proyek geothermal lainnya, baik di Indonesia maupun di luar negeri. 

Di Indonesia ada Kamojang di Jawa barat, Ulu belu di Lampung , Lahendong di Minahasa, dan lain-lain. 

Banyak daerah kini mendorong pemanfaatan geothermal di wilayahnya. Kita sebaiknya bijak, namun juga tegas. Fakta sosial yang ada saat ini adalah bahwa kita masih menjadi juara bertahan sebagai satu dari daerah-daerah termiskin di Indonesia. 

Apakah Flores harus mempertahankan sistem ekonomi subsistem saat ini?

Ini pertanyaan yang juga sangat penting untuk dijawab, usahakan menjawabnya juga secara ilmiah dan berbasis data. Sebelum ke sana, Penulis ajukan terlebih dahulu pertanyaan yang bersifat reflektif.

Sekian puluh tahun, masyarakat kita hidup dalam sistem ekonomi subsistem; petani dengan lahan pas-pasan dengan cara bertani tradisional dari masa nenek moyang dulu.

Begitu pula beternak dan menjadi nelayan. Hasilnya kita tahu dan sadar. Kita bertahan menjadi salah satu daerah termiskin di negeri ini.

Banyak perantau kita mencari kehidupan di luar pulau dengan skill yang rendah, mereka ditipu para mafia pekerja migran dan kembali dengan tangan hampa, bahkan banyak juga dalam bentuk jenazah. Fakta ini sebaiknya juga masuk sebagai fakta dan data yang harus dipertimbangkan.

Bagi penulis, sangat jelas, masyarakat kita harus ditarik keluar dari sistem ekonomi subsistem ini, dan ditingkatkan skala produksi serta kualitas produksinya. Tentu ini loncatan kesimpulan lagi, yang bisa saja salah. Ini harus jadi tema bahasan serius. Juga soal bagaimana bisa keluar dari situ? Kaitannya dengan kebutuhan energi ada dalam pertanyaan, untuk keluar dari kondisi seperti itu, apakah bisa dilakukan tanpa ada supply energi yang besar dan stabil?

Banyak yang menentang Geothermal, mengatakan bahwa Flores butuh energi hijau juga untuk mendukung pengembangan ekonomi daerah. Tidak ada proses pengolahan komoditi, baik pertanian, peternakan, perikanan, bahkan pariwisata yang tidak membutuhkan supply energy yang cukup dan stabil. 

Tema yang juga penting adalah memetakan potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) di Flores selain geothermal, dan mengecek apakah sumber-sumber itu mampu men-supply energi yang cukup dan stabil bagi pengembangan ekonomi Flores.

Itu tema-tema yang harus dibedah secara jernih, tanpa emosi dan keberpihakan dengan mental: pokoknya terima atau pokoknya tolak. Sesungguhnya, banyak 'Pekerjan Rumah' untuk komunitas intelektual Flores di berbagai Lembaga Pendidikan Tinggi Flores. 

 

* Penulis adalah Wakil Direktur Operasional Politeknik Cristo Re. 

Komentar