TAJUK Bung Karno, Inspirator Cinta Lingkungan Hidup 03 Jun 2025 10:21

Bung Karno selalu membawa pesan cinta lingkungan hidup ke mana saja ia berkunjung, dalam negeri maupun dalam diplomasi internasional.
Di Bulan Bung Karno, sepanjang Bulan Juni, seluruh masyarakat Indonesia harus semakin peduli dan cinta lingkungan hidup. Ajakan ini sangat relevan di tengah fakta perusakan dan kerusakan lingkungan hidup yang dialami dunia saat ini.
Kepedulian kepada lingkungan hidup terinspirasi dari teladan hidup proklamator dan pendiri bangsa Bung Karno yang sangat peduli dan cinta lingkungan hidup.
Bung Karno selalu membawa pesan cinta lingkungan hidup ke mana saja ia berkunjung, dalam negeri maupun dalam diplomasi internasional.
Ketika berkunjung ke satu wilayah, Soekarno sering menanam pohon untuk mengajak setiap orang menjaga dan merawat bumi. Misalnya, ketika berkunjung ke Arab Saudi, Soekarno membawa pohon mimba untuk ditanam di Padang Arafah.
Pohon itu bertumbuh subur dan berkembang pesat. Saat ini, padang Arafah dipenuhi pohon mimba, yang kini berganti nama menjadi Pohon Soekarno. Soekarno juga menanam pohon beringin di Istana Negara dan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Pohon beringin di Universitas Sanata Dharma itu hingga kini masih kokoh berdiri tegak.
Melalui teladan nyata, Soekarno menawarkan paradigma ekosentris dalam relasi antara manusia dan alam. Artinya, relasi antara manusia dan lingkungan hidup bersifat setara, tidak subordinatif, dan tidak eksploitatif.
Dalam penjelasan filsuf Frijtif Capra, paradigma ekosentris artinya keberadaan dan makna kehidupan manusia, dalam segala tingkatan, baik pada level biologis sampai ke level ekonomis dan spiritual, tidak bisa dilepaskan dari keberadaan alam semesta dan seluruh isinya.
Soekarno mendobrak paradigma antroposentris yang menempatkan manusia sebagai tuan, penguasa, dan pengguna sewenang-wenang bumi dan segala isinya.
Bumi adalah rumah bersama manusia dan segala ekosistem yang perlu dijaga, dirawat, dan dilestarikan demi generasi masa depan.
Di hadapan Soekarno, lingkungan hidup yang asri adalah bagian tak terpisahkan dari kemajuan peradaban.
Kita jadi ingat, Soekarno pertama kali menggali Pancasila ketika diteduhi naungan sejuk pohon Sukun dan semilir angin berhembus Pantai Ende, Flores Nusa Tenggara Timur.
Begitu dekatnya Soekarno dengan alam, maka ia pernah berujar demikian kepada Cindy Adams, penulis otobiografinya: “Aku mendambakan bernaung di bawah pohon yang rindang, dikelilingi oleh alam yang indah, di samping sebuah sungai dengan udara segar dan pemandangan bagus. Aku ingin beristirahat di antara bukit yang berombak-ombak dan di tengah ketenangan.”
Maka, inspirasi gerakan ekosentris harus menjadi kesadaran dan gerakan bersama. Karena dunia sementara menghadapi geliat penebangan pohon, pencemaran sungai-laut, polusi dan pembuangan sampah sembarangan telah menyebabkan banjir, perubahan iklim, kematian ekosistem darat-laut, dan semakin munculnya bencana kekeringan melanda bumi.
Penelitian organisasi Economics of Land Degradation Initiative (ELDI) tahun 2018 menyebutkan, luas lahan di bumi yang dilanda kekeringan parah meningkat hingga dua kali lipat dari tahun 1970an hingga tahun 2000an, atau hanya dalam kurun waktu 40 tahun terakhir.
Satu per tiga dari kawasan di Bumi kini rentan terhadap kerusakan lingkungan. Lebih parah, satu per tiga kawasan Afrika kini terancam berubah menjadi gurun tandus.
Kerusakan lingkungan diprediksi bakal membuat banyak orang harus pergi dari tempat tinggal mereka. Jumlahnya pun tidak sedikit, mencapai 50 juta orang!
Dalam 10 tahun ke depan, 50 juta manusia itu terpaksa mengungsi hanya untuk bertahan hidup di tengah serangan kekeringan atau masalah lingkungan lain.
Tahun-tahun terakhir, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) juga mengalami kekeringan akut yang menyebabkan petani di sejumlah wilayah mengalami gagal tanam yang berakibat gagal panen.
Maka, untuk mencegah kerusakan lingkungan, kita harus terjun langsung, yakni peduli lingkungan hidup tidak hanya pada tataran wacana, tetapi dalam aksi nyata.
Diinspirasi Bung Karno, dengan menanam kita terlibat langsung merawat bumi. Bumi bukan milik generasi masa kini, melainkan titipan anak cucu, generasi masa depan yang harus kita jaga kelestariannya.
Setiap kita dalam cara sederhana dapat berpartisipasi aktif untuk melestarikan lingkungan, misalnya menanam sebuah pohon di pekarangan rumah, terlibat dalam gerakan menghijaukan lingkungan dan membuang sampah pada tempatnya.
Diinspirasi teladan ekosentris Soekarno, mari bergabung bersama dalam aktivitas cinta lingkungan dalam tindakan nyata.
Salam Redaksi IndonesiaSatu.co
Komentar