Breaking News

REFLEKSI Hidup Dalam dan Sebagai Cinta (Dialog Imajiner dengan Tuhan) 14 Apr 2024 13:09

Article image
Gereja Santo Ignatius Loyoladi Desa Sikka, Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka. Gereja ini gunakan pertama kali pada 24 Desember 1899 dan kini telah berusia dari 124 tahun. (Foto: Tribun News)
Gereja Santo Ignatius Loyoladi Desa Sikka, Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka. Gereja ini gunakan pertama kali pada 24 Desember 1899 dan kini telah berusia dari 124 tahun. (Foto: Tribun News)

Oleh Valens Daki-Soo

Aku: Tuhan, setiap hari Minggu umat Kristiani berduyun ke gereja. Setidaknya di negeriku ini, apalagi di Flores pulauku di sana, gereja selalu dipenuhi umat. Beda dengan Eropa ya. Saya dengar, makin banyak gereja kosong-melompon­g, karena orang merasa tidak perlu lagi ke gereja.

TUHAN: Baik, apa yang mau ditanyakan, anak-Ku?

Aku: Banyak pertanyaan bersarang di kepalaku, Tuhan. Salah satunya, kami di sini rajin ke gereja tetapi banyak orang juga makin rajin korupsi, rajin menipu, rajin bermalas-malasa­n, rajin mau enak saja, rajin berfoya-foya, dan hasil akhirnya negeri ini makin sekarat. Jadi, apa makna ibadah kalau tidak berdampak bagi praksis kehidupan?

TUHAN: Ya, Aku mendengarkan kritikmu, Nak. Itu kritik tentang siapa?
(Saya tertegun, pertanyaan ini menjitak hatiku).

Aku: Oh iya, Tuhan, kritik itu tentang diriku juga. Tetapi Tuhan tolong jawab saya dulu soal ibadah yang tidak berdampak "di luar gedung ibadah" itu.

TUHAN: Valentinus, persoalan bukan pada ibadah. Bukan bangunan gereja yang menjadi problemnya. Jadi, tidak ada soal dengan ibadah dan rumah ibadah. Yang menjadi masalah adalah kamu tidak menjadikan dirimu "gereja yang hidup" di tengah masyarakat. Kamu tidak menghadirkan nilai-nilai perwartaan tentang kasih ke tengah dunia. Kamu berhenti pada ritual, apapun bentuknya, lalu mengira hanya sampai di situlah arti hidup beriman.

Aku: Jadi, Tuhan, perkenankan saya kembali ke pertanyaan semula ya. Mengapa di negeri ini rumah-rumah ibadah dipenuhi umat, namun seperti tidak berdampak bagi kebaikan umum? Korupsi itu lho, Tuhan. Dahsyat merebak ke mana-mana. Mengapa agama tidak bisa mencegah dan menghentikannya­?

TUHAN: Mestinya Aku yang ajukan pertanyaan itu kepadamu, anak-Ku. Apakah kamu hanya berhenti pada kesalehan pribadi dan mengabaikan kesalehan sosial? Ke gereja tetapi menutup mata terhadap kondisi masyarakat? Berdoa tiap saat namun pura-pura tuli ketika sesama berkeluh-kesah dan menangis dalam derita? Membiarkan saja bahkan ikut menikmati tindak korupsi atasanmu? Mengapa tidak berani melawan aksi kejahatan? Kamu berdoa kepada-Ku untuk melenyapkan segala kejahatan, tetapi di manakah kepekaan dirimu ketika sesama di depan matamu menjadi korban kejahatan dan ketidakadilan namun kamu tidak peduli karena hanya berpusat pada kepentingan sendiri? Kalian berdoa minta keadilan ditegakkan di bumi, namun apakah doa itu dibarengi kehendak kuat dan keberanian untuk ikut menentang segala tindakan zalim penguasa yang sudah mati nuraninya? Mengapa kalian hanya memuaskan diri dengan "sukacita rohani" yang mengenyangkan hati sendiri tanpa keinginan berbagi dengan orang-orang kecil, anak yatim, fakir miskin, anak-anak terlantar di pinggir jalan, orang-orang sakit yang merasa terkucilkan?
(Saya tertegun, malu...)

Aku: Benar sekali, Tuhan. Saya mengerti. Lalu, apa yang harus saya atau kami lakukan?

TUHAN: Teladani hidup Kristus yang menjadikan cinta kasih sebagai inti ajaran-Nya. Keluarlah dari diri sendiri dan sapalah sesamamu, berilah peneguhan dan penghiburan kepada mereka yang menderita, dan biarlah kehadiranmu menjadi tanda rahmat bagi sesama, perbaiki kerusakan bangsa dengan kukuh menjaga dan menularkan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, keadilan, dan berbagai keutamaan lainnya. Hiduplah di dalam cinta. Hiduplah "sebagai cinta".

Aku: Wah, ini terlampau berat, Tuhan... Mungkin orang lain sanggup, tapi saya merasa berat bahkan super berat nih, Tuhan.

TUHAN: Mengapa bilang begitu, Anak-Ku? Takutkah kamu? Bukankah Aku telah memberikanmu roh keberanian?

Aku: Soalnya saya sungguh tidak sempurna, Tuhan. Begitu banyak kekuranganku, begitu menumpuk kelemahanku. Tuhan tahu itu..

TUHAN: Anak-Ku, kamu tidak harus menunggu hingga "merasa diri sempurna" untuk mencintai, bukan? Ketika kamu mencintai seorang gadis, apakah kamu bilang, "Hei kekasih, tunggulah aku hingga sempurna untuk memetik kuntum hatimu."

Keluarlah dari kepompong ego-mu dan berbuat baiklah dari waktu ke waktu. Itulah proses dirimu menuju sempurna di dalam Aku. Itu sebabnya kamu perlu berjalan bersama-Ku. Di dalam Aku, kamu dikuatkan. Di dalam Aku, kamu tak sendirian. Di dalam Aku, segala niat dan perbuatan baikmu dimurnikan, cinta kasihmu disucikan. Ingat ini, hanya di dalam Aku, kamu mampu hidup di dalam cinta. Hanya di dalam Aku, kamu mampu hidup "sebagai cinta".

Aku: Tuhan, terima kasih. Benar, saya jadi merasa dikuatkan neh. Tapi, satu pertanyaan lagi ya. Apakah bangsa dan negeriku ini masih ada harapan? Bisa bebas dari korupsi dan segala kemelut ini?

TUHAN: Ah, betapa kamu mencintai negerimu, hai putra Flores, Nusa Bunga. Inilah jawaban-Ku: kalian-lah yang menentukan apakah negeri ini masih punya harapan atau tidak, apakah bisa bebas dari segala penjara persoalan yang dibikin sendiri.

Bukankah Aku telah memberikan segalanya untuk bangsamu? Bukankah sudah Kuberikan negerimu ini segala kekayaan alam? Tiada satupun negeri di Eropa yang mampu menandingi kekayaan bumi pertiwimu. Itu berarti, kalian-lah yang belum mampu dan bijak mengelolanya.

Aku: Tuhan, terima kasih banyak. Semoga Tuhan tidak bosan kalau saya akan selalu bertanya lagi.

TUHAN: (tersenyum) Aku selalu ada dan hadir untukmu. Aku selalu mendengarkan tidak hanya pertanyaan dan permintaanmu, tetapi juga protes-protesmu­. Aku selalu ADA untukmu.

Penulis adalah peminat filsafat dan psikologi, pengusaha dan politisi, Pendiri & Pemimpin Umum IndonesiaSatu.co

Komentar