Breaking News

RESENSI Melawan Banalitas Kejahatan Kemanusiaan dalam Tindakan Pidana Perdagangan Orang dan Kekerasan terhadap Perempuan 06 Mar 2025 00:12

Article image
RD. Dr. Leo Mali. (Foto: Dokpri RD.Leo)
Dengan menjaga kesehatan mental, kita dapat terus menjadi cahaya bagi orang lain dan melawan banalitas kejahatan dengan hati yang kuat, jiwa yang utuh, serta harapan yang hidup.

Oleh: RD. Dr. Leo Mali*

 

Kejahatan terhadap kemanusiaan dalam bentuk perdagangan orang dan kekerasan terhadap perempuan merupakan realitas yang terus terjadi di berbagai belahan dunia.

Dalam banyak kasus, kejahatan ini menjadi sesuatu yang dianggap lumrah atau bahkan diabaikan. Hal inilah yang paling saya khawatirkan ketika pada tahun 2013 lalu, bersama beberapa kawan, kami membentuk Jaringan Relawan Untuk Kemanusiaan (J-RUK) yang terlibat dalam jaringan untuk melawan praktik human trafficking di Kupang. Kekhawatiran ini berkaitan dengan apa yang Hannah Arendt sebut sebagai banalitas kejahatan.

Di hadapan banalitas kejahatan dalam kedua isu ini, para pekerja kemanusiaan menghadapi tantangan besar, baik dalam bentuk fisik, emosional, maupun psikologis.

Mereka sering kali terpapar pada situasi traumatis, ancaman, dan tekanan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, penting untuk memberikan penguatan mental bagimereka agar tetap sanggup bertahan dan setia.

Secara singkat, tulisan ini akan membahas tiga hal penting, yakni

Pertama, banalitas kejahatan dalam perdagangan orang dan kekerasan terhadap perempuan..

Kedua, tantangan bagi para pekerja kemanusiaan dalam menghadapi dua bentuk kejahatan ini.

Ketiga, strategi penguatan mental bagi pekerja kemanusiaan.

Pertama, Banalitas Kejahatan dalam Perdagangan Orang dan Kekerasan terhadap Perempuan

Hannah Arendt dalam bukunya Eichmann in Jerusalem: A Report on the Banality of Evil (1963) mengamati bagaimana Adolf Eichmann, seorang pejabat Nazi yang bertanggung jawab atas logistik Holocaust, bukanlah seorang fanatik yang secara sadar ingin melakukan kejahatan besar, melainkan seorang birokrat biasa yang hanya “mengikuti perintah” tanpa mempertanyakan moralitas tindakannya.

Banalitas kejahatan dalam pemikiran Arendt merujuk pada bagaimana kejahatan bisa menjadi sesuatu yang biasa dan diterima ketika individu (pelaku) tidak lagi berpikir secara kritis, tetapi hanya bertindak sesuai sistem yang ada.

Dalam konteks perdagangan orang dan kekerasan terhadap perempuan, banalitas kejahatan tercermin dalam beberapa hal berikut:

  1. Normalisasi Eksploitasi

Perdagangan orang dan kekerasan terhadap perempuan sering dianggap sebagai bagian dari sistem ekonomi dan budaya yang tidak dapat diubah. Dalam beberapa komunitas, eksploitasi tenaga kerja murah dan perdagangan seks dianggap sebagai sesuatu yang “tidak terhindarkan.”

  1. Lemahnya Penegakan Hukum

Ketika hukum tidak ditegakkan dengan tegas, kejahatan ini terus berkembang. Korupsi, minimnya koordinasi antara lembaga penegak hukum, dan kurangnya perlindungan bagi korban memperkuat sistem yang memungkinkan perdagangan manusia dan kekerasan terhadap perempuan tetap terjadi.

  1. Kurangnya Kesadaran Masyarakat.

Banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa mereka mungkin menjadi bagian dari rantai eksploitasi ini. Konsumsi barang atau jasa yang berasal dari praktik eksploitasi, serta budaya yang membiarkan kekerasan berbasis gender tetap berlangsung, menjadi faktor utama dalam keberlanjutan kejahatan ini.

  1. Ketidakberdayaan Korban

Korban perdagangan manusia dan kekerasan terhadap perempuan sering kali merasa tidak berdaya karena tekanan ekonomi, sosial, dan emosional. Mereka tidak memiliki akses ke sumber daya yang dapat membantu mereka keluar dari lingkaran eksploitasi ini.

Kedua, Tantangan yang Dihadapi Pekerja Kemanusiaan

Pekerja kemanusiaan yang berjuang melawan perdagangan manusia dan kekerasan terhadap perempuan, menghadapi tekanan yang luar biasa. Tantangan utama mereka meliputi:

  1. Trauma Sekunder

Mendengar kisah-kisah korban yang memilukan, menyaksikan penderitaan mereka, dan menghadapi sistem yang tidak mendukung dapat menyebabkan trauma sekunder bagi para pekerja kemanusiaan.

  1. Ancaman Keselamatan

Banyak pekerja kemanusiaan yang mengalami ancaman dari pelaku perdagangan manusia atau pihak-pihak yang berkepentingan dalam mempertahankan sistem eksploitasi ini.

  1. Frustrasi terhadap Sistem yang tidak adil

Ketika upaya mereka terhalang oleh sistem hukum yang lemah, kurangnya dukungan masyarakat, atau minimnya perhatian pemerintah, pekerja kemanusiaan dapat mengalami kelelahan emosional dan kehilangan motivasi. Sejumlah aktifis kemanusiaan beralih pada pilihan-pilihan yang pragmatis.

  1. Keterbatasan Sumber Daya

Minimnya dana, tenaga kerja, dan fasilitas untuk mendukung misi kemanusiaan mereka membuat banyak pekerja kemanusiaan merasa terbatas dalam tindakan yang dapat mereka lakukan.

Ketiga, Strategi Penguatan Mental bagi Pekerja Kemanusiaan

Untuk memastikan bahwa pekerja kemanusiaan tetap kuat dalam perjuangan

mereka, beberapa strategi penguatan mental dapat diterapkan:

  1. Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan: teruslah belajar

Pekerja kemanusiaan harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang

permasalahan yang mereka hadapi, termasuk psikologi trauma, teknik advokasi, dan

strategi hukum. Dengan pengetahuan yang cukup, mereka akan lebih siap menghadapi

tantangan di lapangan.

  1. Dukungan Psikososial: dari komunitas

Membangun kelompok dukungan internal di antara sesama pekerja

kemanusiaan sangat penting untuk mengelola stres dan trauma sekunder. Konseling

psikologis dan terapi kelompok dapat membantu mereka mengelola tekanan

emosional yang mereka alami.

  1. Penguatan Jaringan Solidaritas: Bekerjalah dalam network

Pekerja kemanusiaan harus memiliki jaringan kerja yang kuat dengan

organisasi lokal, nasional, dan internasional. Jaringan ini tidak hanya memberikan

dukungan moral tetapi juga akses ke sumber daya dan strategi yang lebih efektif

dalam menangani permasalahan yang ada.

  1. Sayangilah dirimu (Self-care) dan berilah perhatian pada diri

Penting bagi pekerja kemanusiaan untuk menjaga kesehatan fisik dan mental mereka. Meditasi, olahraga, istirahat yang cukup, serta menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi merupakan langkah-langkah esensial dalam menjaga ketahanan mental mereka.

  1. Advokasi dan Kampanye terus menerus

Mengubah pandangan masyarakat terhadap perdagangan manusia dan kekerasan terhadap perempuan dapat membuka kesempatan bagi keterlibatan masyarakat dalam melawan kedua bentuk kejahatan ini. Sehingga masyarakat dapat lebih proaktif dalam melawan kejahatan ini, sehingga beban advokasi tidak hanya berada di pundak para aktivis.

  1. Menjaga Motivasi dan Spiritualitas

Banyak pekerja kemanusiaan yang terinspirasi oleh nilai-nilai kemanusiaan dan spiritualitas dalam menjalankan tugas mereka. Menjaga hubungan dengan nilai-nilai ini dapat menjadi sumber energi yang membantu mereka tetap berkomitmen pada pelayanan mereka.

Kesimpulan

Melawan banalitas kejahatan dalam bentuk perdagangan manusia dan kekerasan terhadap perempuan bukanlah tugas yang mudah. Diperlukan perubahan sistemik agar kejahatan ini dapat diberantas sepenuhnya. Masyarakat harus lebih sadar, hukum harus lebih ditegakkan, dan sistem sosial harus lebih inklusif.

Ungkapan Latin Nemo dat quod non habet mengingatkan bahwa seseorang tidak dapat memberi dari apa yang tidak dimilikinya.

Para pekerja kemanusiaan memberikan harapan bagi para korban, tetapi mereka juga harus percaya bahwa harapan itu ada bagi mereka sendiri. Dunia mungkin tidak berubah dalam semalam, tetapi setiap langkah kecil memiliki makna besar.

Dengan menjaga kesehatan mental, kita dapat terus menjadi cahaya bagi orang lain dan melawan banalitas kejahatan dengan hati yang kuat, jiwa yang utuh, serta harapan yang hidup.

 

* Penulis adalah Rohaniwan dan Pengajar Filsafat pada Fakultas Filsafat UNWIRA Kupang.

(Tulisan ini disampaikan pada lokakarya penguatan psikologis pekerja kemanusiaan dalam Isu TPPO dan TPKS di NTT: “mendampingi,merawat dan menguatkan” yang diselenggarakan oleh Institut Dianinterfidei di Susteran SSpS Bello, Kupang, 5 Maret 2025)

Bahan Bacaan:

Arendt, H. (1963). Eichmann in Jerusalem: A Report on the Banality of Evil. Viking Press.

Bales, K. (2012). Disposable People: New Slavery in the Global Economy. University of California Press.

UNODC. (2022). Global Report on Trafficking in Persons. United Nations.

WHO. (2021). Violence Against Women Prevalence Estimates. World Health Organization.

Walk Free Foundation. (2023). Global Slavery Index. Walk Free.

Komentar