Breaking News

REFLEKSI Pijar Cahaya di Tengah Kelam Malam 01 Dec 2023 10:38

Article image
Tentu, semoga tak hanya menunggu datangnya cahaya cinta dari Tuhan dan sesama, kita pun seyogianya hadir sebagai pijar cahaya cinta bagi sesama, bangsa bahkan semesta.

Oleh Valens Daki-Soo


Hal terindah dalam kegelapan adalah pijar cahaya. Hal terindah tatkala kehidupan terasa gelap adalah pijar cahaya cinta.

Ini bukan sekadar ungkapan puitis. Kehidupan riil membuktikan betapa kita mengalami kehadiran Tuhan dan sesama sebagai pijar cahaya cinta dalam hidup ini yang kerap dilintasi awan gelap.

Pernahkah Anda mengalami kesukaran hidup yang luar biasa beratnya, dan tanpa diduga hadirlah seseorang atau orang-orang lain yang meringankan beban Anda?

Pernahkah Anda mengalami sakit akibat penyakit dan ketiadaan biaya, lalu datanglah pribadi-pribadi berhati mulia menyodorkan bantuan penuh ketulusan?

Pernahkah Anda merasa bagai berada dalam pusaran angin puting-beliung dan muncul kekuatan entah dari mana yang menarik Anda keluar dan mendorong Anda ke tempat yang lebih aman?

Pernahkah Anda melintasi "pengalaman padang gurun" yang kering-kerontang -- Anda nyaris mati kehausan-- lalu seseorang bagaikan diutus untuk menunjuk jalan ke oase penuh air dan buah kurma?

Pernahkah Anda tercekam karena kesepian dan Anda diliputi bahagia tatkala Anda tenggelam dalam lautan doa?

Saya yakin, kita semua pernah melintasi "pengalaman padang gurun" dalam berbagai bentuk, dan Tuhan menyingkap jalan menuju oase kebahagiaan dengan cara-Nya yang ajaib dan dahsyat.

Anna Yuen-Ting Chui, editor-in-Chief & Content Strategist of Lifehack pernah menulis, tidak seorang pun ingin menderita, tetapi secara umum diterima bahwa hidup adalah penderitaan.

Sebagai aturan umum, orang sebisa mungkin menghindari rasa sakit dan sakit hati ("Life Is Pain: Why a Life Without Pain Guarantees True Suffering," LifeHack, 9 Maret 2023).

Menurut Anna Yuen-Ting Chui, jika orang tidak pernah mengalami rasa sakit hati, mereka tidak akan tahu apa itu rasa sakit hati. Di permukaan, hal ini tampak seperti sebuah berkah, namun pikirkanlah sejenak: jika kita tidak mengenal rasa sakit, bagaimana kita bisa mengetahui kedamaian?

"Jika Anda tidak tahu bahwa Anda telah terluka atau tersakiti, bagaimana Anda tahu bahwa Anda perlu disembuhkan?"

"Tanpa rasa sakit, orang tidak akan menyadari situasi berbahaya—apa yang harus atau tidak harus mereka lakukan untuk bertahan hidup. Fakta bahwa hidup adalah penderitaan pada akhirnya merupakan hal yang baik bagi kita semua, dan inilah alasannya."

Dikatakan Anna Yuen-Ting Chui, selain menjadi guru tentang apa yang tidak boleh dilakukan, rasa sakit juga mengajarkan Anda tentang apa yang dapat Anda tangani sebagai individu.

"Rasa sakit membantu Anda belajar mengatasi kesulitan dan kesedihan hidup yang tak terelakkan—untuk mengembangkan ketabahan yang diperlukan untuk melewati kesulitan dan melanjutkan hidup ketika hidup terasa menyakitkan."


No Pain, No Happiness

Anna Yuen-Ting Chui memperkenalkan sebuah paradoks, "Anda hanya mengetahui kebahagiaan ketika Anda mengetahui bahwa hidup adalah penderitaan."

Lanjutnya, meskipun gagasan tentang kebahagiaan yang terus-menerus terdengar bagus, kecil kemungkinannya untuk mewujudkannya. Tanpa dibandingkan dengan kebahagiaan, tidak ada alasan untuk mensyukurinya. Artinya, tanpa pernah mengetahui kesedihan atau rasa sakit, Anda tidak akan punya alasan untuk mensyukuri kebahagiaan.

Kenyataannya, selalu ada sesuatu yang hilang, atau sesuatu yang tidak menyenangkan, namun hanya melalui kesadaran itulah Anda tahu untuk bersyukur ketika Anda merasa memiliki semuanya.

Dalam temuan yang agak berlawanan dengan intuisi, para peneliti menemukan bahwa salah satu hal yang paling mendatangkan kebahagiaan adalah tantangan.

Ketika orang diuji, mereka merasakan pencapaian dan kebahagiaan yang lebih besar ketika mereka berhasil.

Karena alasan inilah orang-orang berpenghasilan rendah sering kali merasa lebih bahagia dibandingkan mereka yang merasa kaya.

Itu sebabnya, meski kehidupan tidak selalu mudah, kita tetap punya banyak alasan untuk bersyukur.

Tentu, semoga tak hanya menunggu datangnya cahaya cinta dari Tuhan dan sesama, kita pun seyogianya hadir sebagai pijar cahaya cinta bagi sesama, bangsa bahkan semesta.

Tak perlu dengan aksi-aksi hebat, cukuplah dengan perbuatan-perbuatan kecil yang dilakukan dengan totalitas diri, sepenuh hati, dengan kasih yang dihembuskan spirit Daya Ilahi. ***


Penulis adalah peminat filsafat dan psikologi, pengusaha dan politisi, Pendiri & Pemimpin Umum IndonesiaSatu.co

Komentar